Jumat, 05 Februari 2010

TEKNIK PEMBIAKAN SURIAN (Toona sinensis Merr.) MELALUI KULTUR JARINGAN DI BALAI BESAR PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN PEMULIAAN TANAMAN HUTAN ,SLEMAN

Jumat, 05 Februari 2010 0 komentar

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Pendidikan merupakan faktor utama yang secara signifikan mempengaruhi pertumbuhan suatu bangsa baik secara langsung maupun tidak langsung. Meningkatnya Pendidikan sangat berpengaruh terhadap kualitas Sumber daya Manusia. Kurikulum Program Pendidikan Diploma 4 Agribisnis Pertanian Manajemen Agroindustri kerjasama antar Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Pertanian Cianjur dengan Politeknik Negeri Jember, mewajibkan kepada mahasiswa Diploma 4 pada tahun kedua melaksanakan program Praktik Kerja Lapang (PKL) selama 6 (enam) bulan yang setara dengan beban praktek kerja sebesar 8 SKS yang kegiatannya dapat dilaksanakan secara penuh di industri/instansi tempat PKL. Selama pelaksanaan PKL mahasiswa juga di berikan pembelajaran secara pararel tugas materi kuliah dengan strategi perkulihan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).



Laju kerusakan alam Indonesia telah mencapai fase yang sangat memerihatinkan. Berdasarkan hasil penafsiran Citra Landsat tahun 2000 terdapat 101,73 juta hektar hutan dan lahan rusak di antaranya seluas 59,62 juta hektar berada dalam kawasan hutan (Badan plonologi Dephut, 2003). Dengan semakin menurunnya kapasitas hutan alam dalam menyediakan bahan baku industri kehutanan, maka hutan tanaman menjadi satu-satunya pilihan yang tersedia. (Jayusman ,2003)
Pengembangan hutan tanaman akan berperan besar dalam menunjang perekonomian nasional ke depan, karena akan menjadi tumpuan harapan untuk menggantikan peranan hutan alam. Selain berperan dalam pemenuhan bahan baku industri kehutanan, hutan tanaman juga berperan dalam peningkatan kualitas lingkungan (iklim mikro, tanah dan pengendalian erosi) dan pelestarian lingkungan dan sumber daya hayati. Kebijakan pembangunan hutan tanaman yang di arahkan pada areal tidak produktif, juga merupakan bagian perwujudan pembangunan berkelanjutan yang dapat memberikan konstribusi pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat yang berada di sekitar hutan. Salah satu komponen penting untuk mendukung kegiatan pembangunan hutan tanaman adalah pengembangan jenis potensial dengan spektrum luas (Jayusman, 2003)
Salah satu kendala utama dalam pembangunan hutan tanaman adalah terbatasnya jenis-jenis adaptif yang memenuhi kriteria yang di inginkan,untuk mengantisipasi sempitnya jenis pilihan pada pengembangan hutan tanaman maka perlu di lakukan seleksi jenis-jenis potensial yang secara alami telah banyak tumbuh di indonesia. Suriarahardja dan Wasono (1996) menyebutkan bahwa salah satu Jenis Andalan Setempat (JAS) yang telah banyak di akui memiliki spektrum pemanfaaatan luas dan secara alami tumbuh di indonesia adalah jenis Surian atau Suren (Toona sinensis Merr.). Pohon Surian berukuran besar dengan pertumbuhan cepat, kayunya berkualitas, sesuai untuk perkakas pertukangan rumah tangga atau di gunakan sebagai kayu konstruksi, kayu lapis dan berbagai kegunaan lainnya. (Jayusman, 2003)
Sampai saat ini produktivitas jenis Surian pada areal hutan rakyat belum sepenuhnya memberikan hasil yang optimal, hal ini terkait dengan input teknologi yang di terapkan masih sangat sederhana dan belum menggunakan benih yang unggul serta belum menerapkan pola budidaya yang insentif. (Jayusman, 2003)
Teknologi kultur jaringan tanaman adalah merupakan teknologi modern yang dapat menghasilkan tanaman baru surian yang berkualitas dengan mutu tinggi, bebas phatogen dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat, yang mempunyai sifat fisiologis dan morfologi sama persis dengan tanaman induknya. (Jayusman, 2003)

Faktor penentu keberhasilan kultur jaringan adalah media. Hartman et.al.,(1990) mengatakan ada dua fungsi utama media yaitu menyuplai bahan-bahan nutrisi dasar bagi pertumbuhan eksplan dan media tersebut harus mengandung unsur-unsur hara yaitu garam-garam mineral, sukrosa dan vitamin (Khaeruddin 1990). Media yang di gunakan dalam perbanyakan tunas pucuk tanaman Surian adalah media dengan komposisi dasarnya adalah Murashige-Skoog (MS) karena mempunyai komposisi media yang lengkap di bandingkan media yang lain. Selain itu media MS juga menunjang kebutuhan nutrisi mikropropogasi kebanyakan jenis tumbuhan karena komposisinya yang telah di sesuaikan dengan kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan optimal tanaman. (Harun,1994).
Selain media, faktor lain penentu keberhasilan kultur jaringan adalah zat pengatur tumbuh (ZPT). Zat pengatur tumbuh merupakan senyawa organik bukan hara (nutriet) yang dapat mendukung jika konsentrasinya yang optimal (promote) ataupun menghambat jika konsentrasinya berlebih (Inhibit) dan dapat merubah proses fisiologi tumbuhan. Ada dua jenis zat pengatur tumbuh tanaman yang sekarang banyak di pakai dalam mikropropogasi secara in-vitro yakni auksin dan sitokinin. Auksin dan sitokinin adalah zat pengatur tumbuh yang mempunyai peran ganda. Salah satu contoh sitokinn adalah Benzyl Amino Purine (BAP) yang berfungsi untuk merangsang perkembangan sel alam jaringan yang di buat eksplan dan merangsang pertumbuhan tunas. Salah satu contoh auksin adalah Naphthalene Acetic Acid (NAA) . NAA berfungsi dalam menginduksi kalus, mendorong morfogensis kalus, membentuk akar dan tunas dan mempengaruhi kestabilan genetika sel tanaman. Wetter (1991) menyatakan bahwa penggunaan kombinasi BAP dan NAA lebih efektif dan memberikan pengaruh yang baik.

Berkaitan dengan hal tersebut maka di adakan suatu penelitian yaitu dengan menggunakan kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh Benzyl Amino Purine (BAP) dan Naphthalene Acetic Acid (NAA) sebagai tolak ukur bagi pertumbuhan tanaman Surian (Toona Sinensis Merr.) dengan kultur jaringan.
1.2 Tujuan
Praktik Kerja Lapang(PKL) bertujuan untuk :
 Memperoleh pengalaman yang riil di lapangan dan mengetahui teknik perbanyakan tanaman Surian (Toona Sinensis Merr. ) secara in- vitro.
 Mengetahui efektivitas waktu perendaman/penggojogan dan pengaruh jenis bahan kimia terhadap tingkat kontaminasi.
 Mengetahui jenis media yang memberikan respon paling optimal terhadap pertumbuhan eksplan Surian (Toona sinensis Merr.)
 Pemenuhan persyaratan akademik
1.3 Manfaat
Adapun manfaat di laksanakannya kegiatan PKL :
 Bagi mahasiswa magang berguna untuk mengetahui konsentrasi optimal zat pengatur tumbuh BAP dan NAA pada pertumbuhan eksplan tanaman Surian (Toona sinensis Merr.)
 Bagi mahasiswa kultur jaringan dapat menjadi pengetahuan dan bisa di manfaatkan dalam kegiatan kultur jaringan saat mahasiswa tersebut melakukan penelitian kultur jaringan
 Bagi masyarakat dapat berguna saat terjun ke dunia tumbuhan.dapat di jadikan pengetahuan dasar jika ingin memperbanyak tanaman dalam waktu singkat dan memperoleh tanaman yang baik.


1.4 Sasaran
Mahasiswa setelah melaksanakan PKL di harapakan:
 Berpengalaman dalam kegiatan pembelajaran di industri yang relevan.
 Mengetahui teknik perbanyakan tanaman Surian (Tooana sinensis Merr.) secara in- vitro.
 Dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan keterampilan yan diperoleh selama kuliah pada tahun pertama.
 Mencetak kemandirian dan Rasa tanggung jawab dalam hal belajar bagi mahasiswa

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sekilas Mengenai Surian
2.1.1 Asal Usul dan Taksonomi Surian
Pohon Surian atau Suren merupakan salah satu famili Meliaceae genus Toona serta di kenal memiliki 6 jenis yaitu : Toona sureni, Toona sinensis, Toona febribuga, Toona ciliata, Toona australis, dan Toona calanthas. Di Indonesia di kenal dua jenis yaitu Toona sureni dan Toona sinensis .Pohon Surian menyebar secara alami di Sumatera, Kalimantan Timur, Sulawesi utara, Sulawesi Selatan, Maluku, Bali, Nusa tenggara barat dan Papua. Sifat pohon Surian dapat tumbuh baik di tempat-tempat terbuka dan mendapatkan cahaya langsung (<1200 m dpl). Jenis ini menghendaki iklim agak kering dengan tipe curah hujan A sampai C. Jenis tanah yang di kehendaki meliputi tanah-tanah berlempung yang dalam, subur, berdrainase baik serta menyenangi tanah basah. (Jayusman, 2006)
Pohon Surian termasuk jenis yang tumbuh cepat,dengan batang lurus, bertajuk ringan, berakar tunggang dalam, dan berakar cabang banyak. Pada umur 10-12 tahun sudah dapat menghasilkan kayu untuk tiang-tiang rumah. Warna kayu teras merah coklat, muda bersemu ungu, gubal berwarna putih kemerahan dan mempunyai batas yang jelas dengan kayu teras, tekstur kayu sangat kasar, arah serat lurus atau agak berpadu, permukaan kayu agak licin dan mengkilat indah; pada bidang radial dan tangensial tampak gambaran berupa pita-pita yang berwarna lebih tua. Berat jenis 0,53(0,42-0,65), penyusutan dari keadaan basah sampai kering tanur 3,3 % (radial) dan 4,1 % (tangensial). Keawetan kayu Surian temasuk sedang (IV-V) dengan kelas kuat (IV). Pengguanaan kayunya untuk pembuatan papan peti, papan parahu, papan rumah, kotak cerutu, kayu lapis, venir dan mebel (Jayusman, 2006).
Tanaman Surian (Toona sinensis Merr.) dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, di klasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom :Plantae
Divisi :Magnoliophyta
Klas :Magnoliopsida
Ordo : Sapindales
Famili : Meliaceae
Genus : Toona
Spesies : Toona sinensis Merr. (Jayusman,2006)

Gambar 1: Pohon Surian

2.1.2 Manfaat Surian
Dalam kehidupan masyarakat, semua bagian pohon Surian dapat di manfaatkan dan memiliki nilai ekonomi tinggi, antara lain kayunya sesuai untuk papan luar perahu maupun furniture, dapat di pakai untuk papan pada bangunan perumahan, peti, kotak cerutu dan kayu lapis. Selain itu pula di gunakan sebagai bahan ukiran dan bahan baku utama pembuatan kayu kapal.Selain kayunya banyak bagian tanaman Surian yang mempunyai potensi untuk di manfaatkan untuk kepentingan manusia termasuk bidang kesehatan. Namun demikian penggunaan secara tradisional di Indonesia masih kurang popular, hal ini di buktikan masih langkanya informasi berkenaan pemanfaatan bagian tanaman Surian yang mencakup biji, kulit dan daun. Factor lain yang berkenaan adalah minimnya dukungan riset yang mendukung pemanfaatan hasil bukan kayu jenis Surian kepada masyarakat (Jayusman, 2006).
Salah satu upaya yang telah di kembangkan adalah pemanfaatan biji Surian karena mangandung minyak yang tidak berwarna, beraroma wangi dan dapat di gunakan untuk minyak makan. Kulit batang Surian mengandung tannin dalam jumlah besar . Pucuk dan daun Surian banyak mengandung karoten, asam amino, dan vitamin serta daun yang lembut dapat di manfaatkan untuk makanan ternak. Daun Surian banyak di manfaatkan sebagai obat sakit perut. (Jayusman, 2006).
Jenis Surian di kenal memiliki daun dan kulit yang beraroma cukup tajam, secara tradisional petani menggunakan daun Surian untuk menghalau hama serangga tanaman. Tanaman Surian berperan sabagai pengusir serangga (repellant) dan dapat di gunakan dalam keadaan hidup (intektisida hidup). Terdapat unsur surenon , surenin, sureno lakton, yang berperan sebagai penolak hama dan lain sebagainya. Penellitian kandungan unsur kimia dari family Meliaceae di antaranya jenis Toona cliata dan Cedrela odorata juga telah dimulai. (Jayusman, 2006).
Berdasarkan penelitian tanaman Surian memiliki kandungan bahan surenon, surenin, dan surenilakton yang berperan sebagai penghambat pertumbuhan insektisida dan sebagai antifeedant (menghambat daya makan) terhadap larva serangga ulat sutera. Bahan-bahan ini juga terbukti merupakan repellant (pengusir dan penolak) serangga termasuk nyamuk. Cara penempatan tanaman ini diletakkan di sudut-sudut ruangan dalam rumah sebagai media untuk mengusir nyamuk. Jumlah tanaman dalam ruangan tergantung luas ruangan, sedangkan untuk penempatan di luar rumah/pekarangan sebaiknya diletakan dekat pintu, jendela atau lubang udara lainnya. Sehingga aroma tanaman terbawa angin masuk kedalam ruangan. Manfaat ganda tanaman Surian juga terlihat dari nilai estetika dan kesejukan namun tetap mampu mengusir serangga terutama nyamuk, hal ini di kelompokan sebagai cara mudah, murah dan ramah lingkungan (Jayusman, 2006).

2.1.3 Morfologi Surian
2.1.3.1 Bunga
Bunga muncul pada Juni-Oktober (Jawa) dan Mei-juni (Sumatera). Bunga Surian termasuk berumah satu yang berarti dalam satu pohon terdapat bunga jantan dan bunga betina sekaligus. Bunga Surian dikenal sebagai bunga majemuk dan berbentuk malai yang terdiri dari ratusan bunga kecil berwarna putih kekuningan. Panjang malai antara 60 cm - 70 cm dengan lebar 20 cm – 30 cm. Fase awal munculnya bunga umumnya setelah Periode menggugurkan daun atau bersamaan dengan pertumbuhan daun muda , namun terdapat pembungaan tanpa di dahului atau bersamaan musim semi. Persentase bunga yang menjadi buah sangat sedikit yaitu ± 9,86%, namun persentase buah muda menjadi buah tua cukup banyak yaitu ± 66%. (Jayusman, 2006)


Gambar 2 : Bunga Surian
2.1.3.2 Buah
Musim berbuah raya terjadi dalam bulan Juni – Oktober, namun untuk setiap lokasi memiliki variasi buah yang cukup beragam. Buah berbentuk kapsul mencorong atau bulat telur atau berkayu tipis, serta memiliki satu atau lebih lokul (katup) yang berisi banyak biji. Buah muda berwarna hijau muda dan tersusun dalam tandan buah. Kulit buah akan menjadi hijau tua hingga coklat kehitam-hitaman sesuai perkembangan kemasakan buah. Buah tua merekah dengan 5 katup ke pangkal. Buah tua atau masak fisiologis di kumpulkan sebelum jatuh dari pohon . Ukuran buah umumnya memiliki panjang 1,8-2,0 cm dan diameter 1,0 – 1,5 cm. ( Jayusman, 2006)


Gambar 3: Buah Surian
2.1.3.3 Biji
Pengumpulan benih di lakukan dengan memanen buah yang memiliki ciri warna kulit buah coklat tua dan sebagian kulit buah sudah terlihat merekah. Buah/benih di kumpulkan dengan cara memotong ranting buah atau menggoyangkan rantingn buah dengan menggunakan galang berkantong , sehingga benih akan beterbangan masuk ke dalam kantung. Buah yang di kumpulkan di upayakan di naungi dan di hindarkan dari embun, anai-anai dan semut Buah di keringkan di bawah sinar matahari (menghindari cahaya terik) sekitar 5-6 jam selama 1-2 hari untuk membuka mantel buah. Ukuran panjang biji antara 0,7-1,0 cm dengan jumlah biji ± 5-9 per kapsul (Jayusman, 2006)


Gambar 4 : Biji Surian
2.3.1.4 Daun
Surian memiliki bentuk daun majemuk dengan anak lonjong dengan ujung lancip. Daun besar dan bersirip, tersusun spiral, sering mengelompok di ujung ranting, kadang memiliki anak daun ujung dengan anak daun agak berhadapan atau berhadapan atau berseling, bergerigi dengan 10 – 20 pasang tulang sekunder, sedikit berbulu tebal di pertulangan. Surian termasuk jenis yang menggugurkan daun.ukuran daun 9 – 12 cm. ( Jayusman, 2006)

Gambar 5 :Daun Suri
2.1.3.5. Bentuk batang dan Tajuk Surian
Surian memiliki pertumbuhan tinggi sangat pesat sampai umur 7-10 tahun yang di tunjukan oleh pertumbuhan tinggi batang yang lurus dan bebas cabang optimal,namun setelah umur tersebut perkembangan diameter batang lebih dominan, anak daun kurang lebar dan cenderung kecil-kecil, namun pertumbuhannya pada tanah yang subur menyebabkan jumlah daun lebih banyak dan agak lebar, sehingga tajuk Surian terlihat sangat lebar, bahkan dapat menaungi tanaman di bawahnya, tetapi sebaliknya pada tahah tandus tajuk kelihatan kurang lebat sehingga cahaya matahari mampu menembus sampai lantai kebun (Jayusman, 2006).
2.1.3.6 Kulit Batang dan Tajuk Surian
Batang Surian bagian luar berwarna kelabu atau merah dan mengelupas kecil-kecil. Tebal kulit kayu berbeda sesuai perkembangan umur tanaman, bagian batang atas dan bawah dan kesuburan lokasi penanaman. Karakteristik kayu memiliki corak yang sangat atraktif, sehingga banyak di manfaatkan untuk bahan Furniture, panelling, berhubungan dengan perhiasan, pembuatana kapal dll (Jayusman, 2006).
2.1.4 Syarat Tumbuh Surian
Surian dapat tumbuh dengan baik di daerah pegunungan, di bagian lembah, sepanjang tebing sungai dengan kemiringan < 20 derajat, menghendaki tanah yang subur, menyukai lapisan lahan tebal, drainase baik dan lembab serta mampu berakar baik pada daerah lahan yang bersifat asam. (Jayusman, 2006)
Ditinjau dari ketinggian tempat Toona sinensis Merr. menghendaki daerah yang relatif sejuk pada ketinggian 600-1200 m dpl, bahkan masih sering di temukan dan tumbuh pada daerah dengan ketinggian > 2700 m dpl. Tanaman Surian termasuk tanaman yang menyukai panas dan cuaca lembab. Jenis dari Meliaceae ini di kenal memiliki sifat toleran terhadap cuaca beku yang pendek sebagaimana di temukan di negeri China Utara pada 40 derajat N dan merupakan satu-satunya anggota family Meliaceae yang dapat di tanam dengan sukses di Eropa Utara yaitu di tanam sebagai pohon ornamet (perhiasan tanam dan perindang jalan). Tanaman Surian menyukai iklim panas dan agak lembab dengan tipe curah bujan A sampai C dengan suhu rata-rata pertahun 22 ºC, curah hujan tahunan bervariasi pada kisaran 1120-4000 mm dan memiliki musim kemarau berkisar 3-4 bulan. Surian termasuk jenis yang menyukai cahaya, Surian akan tumbuh dengan baik apabila menerima intensitas cahaya matahari yang penuh. (Jayusman, 2006).
2.1.5 Perbanyakan Surian (Toona sinensis Merr.)
Tanaman Surian dapat di perbanyak dengan metode generatif dan metode vegetatif.
2.1.5.1 Metode generatif melalui tahapan persemaian.
 Penyiapan Lokasi Persemaian
Pembersihan lokasi persemaian di lakukan dengan mengikis dan meratakan tanah sehingga terbebas dari gulma dan memudahkan pekerjaan pembuatan persemaian. Untuk menghindari genangan air hujan perlu di buatkan parit di sekeliling lokasi persemaian. ketersediaan air untuk penyemaian harus di persiapkan dari awal dengan memasang kran atau mesin air untuk mengalirkan air bersih ke lokasi persemaian.

Gambar 6: penyapihan awal Persemaian
 Pembuatan Naungan
Pembuatan para-para atau naungan persemaian dapat menggunakan atap dari rumput alang-alang, pelepah kelapa yang telah di anyam maupun atap dari paranet. Tinggi para-para sebaiknya pada bagian depan 125 cm dan bagian belakang 90 cm. Atap para-para miring ke bagian barat dengan bagian ke arah timut lebih tinggi., kondisi tesebut di harapkan memberi keleluasaan masuknya cahaya metahari pagi dari arah timur dan lancarnya peredaran udara di persemaian namun atap para-para dapat mencegah masuknya cahaya matahari yang terik di siang hari yang akan menimpa kecambah dan menggangu perkembangan di awal persemaian.
 Pembuatan Bak Tabur
Di bawah para-para di buatkan bak tabur menggunakan papan kayu yang di buat kotak atau dapat menggunakan nampan palstik. Bagian bawah kotak dan nampan plastik harus di beri lubang untuk pembuangan air dan menghindari genangan.
 Media Semai
Media tabur sebaiknya menggunakan pasir halus hasil ayakan yang telah di keringkan dengan panas matahari (solarisasi) untuk menghilangkan bakteri pengganggu. Cara lain dengan merebus pasir dalam drum berisi air bersih samapai mendidih. Ketebalan media pasir di kotak penaburan benih berkisar 20-25cm
Kegiatan penting lainnya adalah menyediakan media sapih semai, dengan menggunakan kantong plastik (polibaq) berukuran 18 cm- 12 cm. Media untuk polibaq terdiri dari campuran lapisan tanah atas (Top soil ) dan bahan organik (kompos, pupuk kandang, sekam gambut). Syarat media sapih umumnya adalah memiliki tekstur gembur, daya simpan air cukup, porositas baik dan pH netral.

Perbandingan media sapih yang banyak di gunakan adalah 7 bagian dan 3 bagian kompos : gambut : sekam : topsoil (2:1:1) atau topsoil : sekam(3:1 atau 2:1). Kantong plastik (polibaq) yang telah terisi media tersebut di susun di bawah para-para untuk menjaga posisi polibaq supaya tidak roboh maka di setiap sisi bedeng di beri pembatas dari papan selebar 20 cm.
 Perkecambahan
Untuk menghindari terjadinya penumpukan benih pada saat penaburan di bedeng tabur maka benih sebelum di tabur di campur terlebih dahulu dengan pasir kering halus dengan perbandingan pasir halus satu bagian dan benih satu bagian (1:1). Setelah benih tercampur merata kemudian di tabur di bedeng tabur dan setelah rata di tutup dengan pasir halus setebal 1 cm. Penyiraman benih di bedeng tabur di lakukan pagi dn sore hari, penyiraman dapat menggunakan gembor siram, semprotan tangan (handsprayer) dan semprotan punggung (knapsack sprayer) dengan mengupayakan air semprotan yang jatuh di atas pasir pada bak tabur benih keras dan menjaga benih di bawah permukaan pasir yang lembab. (jayusman, 2006)
 Pemeliharaan Kecambah
- Penyiraman pagi dan sore hari
- Penyiangan/pembuangan gulma yang tumbuh di bak tabur
- Penyemprotan kecambah dengan fungisida dan insektisida untuk mencegah serangan hama penyakit secara terus-menerus dan bergantian setiap 1 minggu sekali hingga saat penyapihan.
- Isolasi kecambah yang terserang penyakit lodoh (dumping off) secepatnya dengan membuang kecambah yang terkena serangan.
Pola perkecambahan benih Surian termasuk tipe epigeal (kotiledon terangkat dan muncul ke permukaan media tabur). Kecepatan perkecambahan benih Surian turut di pengaruhi oleh daerah asal benih (Jayusman dan Wendra, 2005), sedangkan pembuatan sayap benih tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kecepatan perkecambahan. (Sinaga, 2004)
 Penyapihan
Kegiatan penyapihan di lakukan ketika kecambah berumur 3-6 minggu dengan kriteria pertumbuhan sehat (sepasang daun sempurna telah muncul ,bebas hama penyakit, dan tumbuh normal). Kondisi cuaca perlu di perhatikan saat penyapihan dengan meghindari intensitas cahaya tinggi, temperatur tinggi dan kelembaban rendah. Waktu penyapihan yang ideal adalah pagi sebelum jam 10.00 WIB. dan sore hari di atas jam 14.00 WIB. Teknik penyapihan di dahului dengan pembuatan lubang di polibaq dengan ujung bambu yang runcing (sebesar pencil), kemudian menanam kecambah dengan posisi akar lurus dan padatkan tanah di sekitar semai untuk mendukung tegaknya semai yang baru di sapih.


Gambar 7 : Perkecambahan awal (kiri) dan kecambah
Surian siap Sapih

2.1.5.2 Metode Generatif melalui penanaman langsung
Teknik ini di lakukan dengan menyemai langsung benih pada kantong plastik di bedeng persemaian. Teknik ini memiliki kekurangan karena bibit yang tumbuh sering memiliki pertumbuhan tidak seragam dan membutuhkan penyulaman ekstra terutama benih-benih yang memiliki daya viabilitas dan vigor yang rendah. Setelah berumur 2,5-3 bulan bibit yang tumbuh siap di tanam di lapangan.
2.1.5.3 Pembuatan bibit dengan cabutan alam (wildling)
Teknik penyemaian secara langsung juga dapat memanfaatan cabutan anakan alam (wildling). Benih Surian yang jatuh di lantai hutan mudah berkecambah dan dapat di manfaatkan untuk pembuatan bibit. Pencabutan wildling sebaiknya setelah turun hujan dengan cara mencabut bagian leher akar untuk menghindari kerusakan daerah perakaran. Pada lokasi persemaian yang tergolong jauh sebaiknya memprakondisikan wildling/cabutan di bungkus dalam karung basah atau pelepah pisang serta dapat menggunakan ice box. Tujuannya adalah menjaga kesegaran cabutan dan menjaga kelembapan selama pengangkutan dan kalau perlu di siram selama 4-6 jam sekali dengan air bersih. Cabutan di bentuk dengan memotong 2/3 daun, untuk mengurangi penguapan daun akar yang terlalu panjang di bentuk untuk memudahkan penyemaian di kantong plastik. Tahapan penyemaian wildling sebagai berikut :
 Penggunaan wildling untuk bahan persemaian yang di lakukan yaitu dengan cara mengumpulkan ankan bibit di lantai kebun dengan ukuran bibit sebaiknya memiliki sepasang daun sempurna 2-4 lembar dengan tinggi rata-rata 10 cm- 15 cm
 Lakukan pemotongan akar wildling apabila terlalu panjang sehingga akan memudahkan penyemaian di kantong plastik
 Untuk meningkatkan keberhasilan persen tumbuh, bagian akar cabutan di rendam pada larutan zat pengatur pertumbuhan (ZPT) atau hormon pertumbuhan dengan dosis anjuran ± 15 menit sebelum di semai di kantong plastik
 Untuk mendapatkan persen tumbuh bibit cabutan yang optimal maka dapat di tempuh dengan melakukan penyiraman rutin tiap pagi dan sore hari sampai cabutan memperlihatkan cabutan daun baru.

Pemeliharaan persemaian cara ini di lakukan sesuai kebutuhan seperti penyiraman, penyulaman, pengendalian hama penyakit dll.
2.1.5.4 Pembuatan bibit dengan Stump
Cara penyiapan bibit Surian juga dapat di tempuh dengan menggunakan stump yaitu apabila cabutan anakan alam yang di peroleh memiliki ukuran terlalu besar dan tidak memenuhi kriteria cabutan anak alam yang ideal.tahapan penyemaian stump adalah :
 Stump di bentuk dengan ukuran panjang batang 10 cm-15 cm, panjang 10 cm-15 cm, dan diameter stump 0,5 cm-1 cm dengan mengguankan gunting stek yang tajam untuk menghindari bagian batang stump atau akar stump pecah
 Stump di semai pada wadah polibaq yang telah terisi media topsoil di persemaian dengan ukuran polibaq yang di sesuaikan panjang bagaian akar stump
 Selama di persemaian stump di pelihara sebagaimana perlakuan pada penyemaian cabutan anakan alam
 Apabila tahapan penyemaian tidak di lakukan maka stump dapat langsung di tanam di lapangan pada awal musim hujan.
2.1.5.5 Metode vegetatif
Perbanyakan tanaman Surian dengan metode vegetatif yang sering di lakukan adalah dengan cara penyetekan. Metode stek ini di tempuh dengan alasan bibit hasil stek dapat menghasilkan bibit yang berkualitas yang memiliki sifat sesuai pohon induknya, struktur genotifnya homogen dan dapat di lakukan setiap waktu tanpa di pengaruhi musim biji. Keberhasilan teknik vegetatif makro melalui stek di pengaruhi oleh ukuran stek (tidak terlalu kecil/besar), fase pertumbuhan tunas (fase resting yang di gunakan), jenis Surian (keberhasilan stek tumbuh setiap jenis Surian beragam).


Gambar 8 : propagasi stek Surian (penyemaian stek Surian pada
media pasir (kiri), dan hasil propagasi stek (kanan)
2.2 Tinjauan Umum kultur Jaringan Tanaman
2.2.1 Sejarah Kultur Jaringan Tanaman
Sejarah perkembangan kesuksesan dan kemajuan teknik kultur jaringan tanaman tidak terlepas dari kemajuan penelitian tentang sel yang bermula dari pembuktian sifat Totipotensi (Total genetic potential) sel, yaitu bahwa setiap sel tanaman yang hidup di lengkapi dengan informasi genetik dan perangkat fisiologis yang lengkap untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman utuh, jika kondisinya sesuai. Teori ini di kemukakan oleh Schwan dan Schleiden pada tahun 1838. para ahli botani dan fisiologi tumbuhan telah melakukan berbagai penelitian untuk membuktikan teori totipotensi, mencari kondisi yang sesuai untuk regenerasi sel menjadi organisme utuh. (Yusnita, 2004)

Pemahaman bahwa jaringan dapat tumbuh dan berkembang pertama di kemukakan oleh Heberland(1898), beliau di anggap sebagai bapak kultur jaringan berpendapat bahwa sel mempunyai kemampuan untuk tumbuh dan berkembang secara tidak terbatas. Menurutnya bila sel-sel di pisahkan dan di kulturkan dalam suatu medium yang mendorong pertumbuhan dan perkembangan tanaman, maka sel-sel akan tumbuh secara tidak terbatas dan membentuk individu baru (Santoso dan Nursandi, 2004).

Berbagai penelitian telah banyak di lakukan untuk membuktikan keberadaan dari teori totipotensial, namun pada saat itu masih banyak yang belum berhasil karena kurangnya pengetahuan peneliti mengenai kebutuhan nutrisi dan hormon untuk pertumbuhan. Setelah di ketemukannya 2 macam hormon tumbuhan yaitu Asam Indol Asetat(IAA) dan Asam Naftalena Asetat (NAA) maka kegiatan kultur organ telah mulai berhasil pada tahun 1920, sedangkan kultur jaringan mulai berhasil pada tahun 1939. Pada saat awal-awal kultur jaringan baru di kenal, jarang sekali orang berhasil dalam melakukan regenerasi akar, pucuk dan organ tumbuhan lain secara in- vitro, sehingga pada saat itu banyak yang mempertanyakan kebenaran teori tootipotensi (Wetherell, 1982).
Seorang ahli fisiologi dari universitas Wisconsin yang bernama Foolke Skoog. pada tahun 1940 malanjutkan penelitian yang telah di lakukan oleh White dan berhasil membuktikan bahwa hormon-hormon auksin yaitu IAA dan NAA ternyata mampu menghambat pertumbuhan tunas selanjutnya dengan menggunakan kultur jaringan tembakau white mulai mencari senyawa-senyawa kimia yang dapat berinteraksi dengan senyawa-senyawa auksin serta senyawa-senyawa yang memacu pertumbuhan tunas (Wheterell, 1982).

Pada tahun 1951 foolke skoog dkk, menemukan bahwa senyawa fosfat anorganik dan senyawa organik adenin atau adenosin dapat merangsang pembentukan mata tunas. Pada tahun 1955, Carlos Miller, dkk (yang juga bekerja dengan Skoog) menemukan kinetin, suatu penemuan pertama hormon golongan sitokinin. Pada tahun 1957, Skoog dan Miller mempublikasikan studi klasik tentang hubungan antara sitokinin dan auksin dalam mengontrol pembentukan akar dan tunas dalam kultur jaringan. Selanjutnya pada tahun 1962, Toshio Murashige dan Folke Skoog mempublikasikan formulasi media MS yang sampai sekarang terbukti cocok untuk kultur jaringan banyak tanaman dan banyak di gunakan di laboratorium kultur jaringan di seluruh dunia (Yusnita, 2004)

Kemajuan yang di capai dalam meregenerasikan tanaman secara in- vitro dari sel atau bagian tanaman ternyata berdampak luas bagi kemajuan bidang pertanian. Aplikasi kultur jaringan tanaman di bidang pertanian menurut Murashige (komunikasi personal) meliputi hal sebagai berikut : 1) Produksi tanaman bebas pathogen 2) Produksi bahan-bahan farmasi 3) Pelestarian plasma nutfah 4) Pemuliaan tanaman dan rekayasa genetik 5) Perbanyakan klonal tanaman dengan cepat.
2.2.2 Pengertian Kultur Jaringan Tanaman
Kultur jaringan tanaman adalah salah satu pendekatan budidaya pertanian yang sudah berpijak pada konsep “how to created” yang melengkapi serta memungkinkan peningkatan efektifitas dan produktivitas cara-cara bertanam tradisional dan konvensional. (Santoso dan Nursandi, 2004)
Menurut Yusnita (2004), kultur jaringan tanaman merupakan teknik menumbuh kembangkan bagian tanaman, baik berupa sel ,jaringan atau organ dalam kondisi aseptik secara in-vitro. Teknik ini dicirikan oleh kondisi kultur yang aseptic. Penggunaan media kultur buatan dengan kondisi nutrisi lengkap dan ZPT (zat pengatur tumbuh) serta kondisi ruang yang suhu dan pencahayaannya terkontrol.

Benga dan Darjan (1982) dalam Kuswara (2003) menyatakan bahwa kultur jaringan merupakan teknik pembiakan tanaman di mana potongan-potongan jaringan yang kecil atau organ yang di ambil dari tanaman kemudian di kulturkan secara aseptik pada suatu media yang mengandung unsur-unsur hara. Wilins et al, (1985) juga mengatakan di dalam Kuswara (2003) bahwa kultur jaringan adalah teknik penumbuhan di bawah kondisi steril dari organ tanaman seperti pucuk, akar, serta embrio atau kultur massa sel yang tidak terorganisasi (kalus) yang berasal dari jaringan atau sel tunggal.

Dalam bukunya Teknik kultur jaringan Tumbuhan (1992) Gunawan .L.W menuliskan bahwa kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali.
2.2.3 Tujuan Kultur Jaringan Tanaman
Tujuan kultur jaringan tanaman menurut George dan Sherrington (1984) dalam Kuswara (2003) adalah :
 Memproduksi klon-klon dari pohon-pohon terseleksi yang dapat di gunakan untuk evaluasi dalam program pemuliaan pohon
 Reproduksi pohon-pohon yang mempunyai kualitas yang super secara genetic dengan cara pembiakan vegetatif dengan jumlah yang besar
 Propogasi tanaman hias untuk di gunakan di tempat wisata, tanaman tepi jalan dan lain-lain
 Perbaikan genetik tanaman dengan cara induksi variasi somaklonal dan metode seleksi lain
2.2.4 Manfaat Umum Kultur Jaringan Tanaman
George dan sherrington (1984) dalam kuswara 2003 menyebutkan bahwa selain untuk perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan cepat, kultur jaringan dapat di gunakan pula untuk mendapatkan bibit tanaman yang bebas penyakit khususnya virus, pelestarian plasma nutfah, rekayasa genetika serta produksi senyawa-senyawa kimia yang bermanfaat.
Tini dan Amri (2002) menyatakan bahwa keuntungan dari teknik kultur jaringan di antaranya adalah bibit yan di hasilkan seragam dalam hal kualitas, ukuran serta usia, sehingga akan memudahkan dalam kegiatan penanaman dan pemanenan. Selain hal tersebut teknik kultur jaringan memberikan keuntungan dalam penyediaan bibit dalam jumlah besar serta seragam.

Gunawan (1992), menyatakan bahwa sebagian besar dari tahap kultur jaringan di lakukan di dalam laboratorium sehingga kegiatan kultur jaringan tidak tergantung pada musim dan faktor lingkungan serta tidak membutuhkan lahan yang luas untuk pembibitan.

Menurut Santoso dan Nursandi (2004), Perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan di bandingkan cara tradisional yaitu :
 Hanya membutuhkan sedikit bahan tanaman untuk penggandaan sejumlah besar tanaman
 Planlet hasil perbanyakan akan terbebas dari pathogen.
 Teknik perbanyakan dapat di gunakan untuk mendapatkan tanaman yang bebas dari virus.
 Pengaturan faktor-faktor lingkungan lebih mudah di lakukan
 Dapat di gunakan untuk meningkatkan efektifitas perbanyakan klonal pada tanaman yang hampir punah dan sulit di perbanyak secara vegetatif
 Produktivitas perbanyakan klonal dengan kultur jaringan dapat di lakukan sepanjang tahun, tanpa terpengaruh musim
 Materi yang di gunakan untuk propogasi klonal dapat di simpan dalam jangka waktu yang lama.
 Hanya memerlukan areal yang tidak terlalu luas
Menurut Soerianegara (1994), selain untuk perbanyakan mikro teknik kultur jaringan dapat di tetapkan dalam pemuliaan tanaman untuk mempercepat pencapaian tujuan dan membantu di mana dalam cara-cara konvensional memiliki rintangan alamiah. Dalam kultur jaringan dapat di lakukan manifulasi sebagai berikut :
 Manipulasi jumlah kromosom melalui bahan kimia atau meregenerasikan jaringan tertentu dalam tanaman, seperti endosperm yang mempunyai kromosom 3n
 Polinasi in-vitro, artinya penyerbukan di dalam tabung, serta pertumbuhan embrio yang secara normal abortif.
 Tanaman haploid dan double haploid atau homogeneus
 Hibridisasi somatik melalui teknik fusi protoplasma baik intraspesifik (dalam jenis) maupun interspesifik (antar jenis)
 Variasai somaklonal
 Transfer DNA atau Organel untuk memperoleh sifat tertentu.
2.2.5 Kendala-Kendala Dalam Kultur Jaringan Tanaman
Naiem (2001) dalam kuswara (2003) menyebutkan bahwa dalam kegiatan kultur jaringan terdapat kendala-kendala yang harus di hadapi yaitu :
 Penggandaan semai kultur jaringan memerlukan teknologi yang tinggi, terutama laboratorium biotekhnologi. karenanya di butuhkan modal yang besar, sumber daya manusia dengan keahlian khusus dan terlatih
 Perbanyakan kultur jaringan biasanya hanya melibatkan klon-klon dalam jumlah terbatas. Hal ini secara teknik dapat di pahami karena setiap klon tidak jarang hanya cocok untuk media tertentu dengan kata lain setiap media kultur tidak selalu dapat di gunakan untuk semua klon
 Kemampuan adaptasi dari klon terhadap lingkungan belum di ketahui secara pasti, sehingga estimulasi perolehan genetik (Expected genetic gain) yang akan di ambil juga belum optimal
2.2.6 Faktor Keberhasilan Kultur Jaringan Tanaman
Menurut george dan sherrington (1984) dalam Kuswara (2003) menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang perlu di perhatikan dalam kultur jaringan yaitu eksplan (bahan tanam), ingkungan kultur jaringan dan media.
2.2.6.1 Eksplan (Bahan Tanam)
Eksplan yang umumnya di gunakan dalam kultur jaringan adalah jaringan tanaman yang masih mudah dan sedang tumbuh aktif. Jaringan muda mempunyai daya regenerasi yang tinggi , sel-selnya masih dalam keadaan aktif membelah diri dan relatif lebih besar (sedikit mengandung kontaminan). Sedangkan jaringan tanaman yang tua lebih sulit beregenerasi serta mengandung lebih banyak kontaminan. (Yusnita, 2004)

Menurut wetherall (1982), eksplan atau bahan tanaman adalah bagian dari suatu individu (tanaman) yang di gunakan dalam kultur jaringan. Eksplan biasanya berasal dari organ yang masih utuh.

Gheorge dan sherrington (1984) dalam Kuswara (2003) menyebutkan bahwa pemilihan eksplan yang akan di gunakan tergantung :
 Tipe kultur jaringan
 Tujuan pengkulturan
 Jenis tanaman yang di kulturkan
Murashige (1974) dalam Kuswara (2003) menyebutkan ada 5 hal yang harus di perhatikan dalam pemilihan eksplan yaitu :
 Bagian tanaman yang akan di gunakan
 Umur eksplan
 Waktu pengambilan eksplan
 Ukuran eksplan
 Kualitas sumber eksplan
Gunawan (1992) menyatakan bahwa kegiatan kultur jaringan sangat perlu untuk jenis-jenis tanaman tertentu yaitu :
 Persentase perkecambahan bijinya rendah
 Tanaman yang selalu di perbanyak secara vegetatif
 Perbanyakan pohon-pohon elit atau pohon untuk batang bawah
 Hibrida-Hibrida yang unik
 Tanaman Hibrida yang berasal dari tetua yang tidak menunjukan male sterility
2.2.6.2 Lingkungan Kultur
Eksplan kultur jaringan di tumbuhkan dalam lingkungan yang aseptik dan terkendali . Dalam ruang kultur sebaiknya memiliki fasilitas penyinaran, temperatur, kelembapan dan sirkulasi udara yang memadai untuk menjamin pertumbuhan dan perkembangan kultur yang di tanam secara in-vitro. (Wetherell, 1982)

2.2.6.3 Media Kultur Jaringan
Media kultur yang memenuhi syarat adalah medium dasar yang di gunakan mengandung unsur hara makro dan mikro dalam perbandingan tertentu dan sumber energi sukrosa atau glukosa. Media biasanya juga mengandung vitamin serta zat pengatur tumbuh seperti auksin dan sitokin serta penambahan bahan-bahan lain seperti ragi dan ekstrak malt (cairan tanaman ) yang berfungsi sebagai zat perangsang pertumbuhan ( Wetherell, 1982)
 Garam Organik
Beberapa garam organik yang di butuhkan dalam takaran banyak atau lebih di kenal dengan unsur hara makro dan mikro. Makro adalah N, K, S, P, Ca dan Mg. sedangkan unsur hara yang di butuhkan tanaman dalam jumlah yang sedikit atau yang lebih di kenal dengan unsur hara mikro adalah: Fe, Mn, Zn, B, Cu dan Mo (Santoso dan Nursandi, 2004).
 Vitamin
Berbagai jenis vitamin yang dapat di tambahkan dalam media kultur adalah thiamin, nicotinic acid, biotin, p-amino-benzoic acid, folate choline cloride, ribovlavin serta ascorbic acid (Santoso dan Nursandi, 2004).
 Sumber Karbon dan Energi
Sumber karbon yang di anggap standar adalah sukrosa dan glukosa, Fruktosa dapat pula di gunakan tetapi ke efektifannya kurang,di bandingkan dengan sukrosa dan glukosa. (Santoso dan Nursandi, 2004).
 Hormon
Hormon yang sangat di perlukan dalam kegiatan kultur jaringan adalah auksin dan sitokinin. Beberapa di antaranya ada yang tergolong di dalam hormon alami, seperti indole acetic acid(IAA), dan zeatin. Hormon auksin yang sering di gunakan adalah Naphthalen Acetic Acid(NAA), Indole Buteric Acid (IBA) dan p – chloropenoxyacetic acid ( pCPA) . hormon sitokinin yang sering di gunakan adalah kinetin, BA, isopentenyl adenosine (IPA) dan Zeatin. (Santoso dan Nursandi, 2004)
Auksin di gunakan secara luas dalam kultur jaringan untuk merangsang pertumbuhan kalus, suspensi sel dan organ. Dalam kultur jaringan 2 golongan zat pengatur tumbuh (ZPT) yang sangat penting adalah aukxin dan sitokinin. ZPT ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan dan organ . interaksi dan pertimbangan antara zat pengatur tumbuh (ZPT) yang di berikan dalam media dan yang di produksi oleh sel secara endogen menentukan arah perkembangan suatu kultur (Gunawan, 1987).

Auksin sintetik terdiri dari IAA, IBA, NAA dan herbisida yang bersifat aukxin, peran fisiologis aukxin adalah mendorong perpanjangan sel, deferesiensi jarngan xilem dan floem, Pembentukan akar, Pembungaan pada Bromeliaceae, Pembentukan buah partenocapri dan pembentukan bunga betina pada tanaman Diecus ( Gunawan, 1987).

Sitokinin sintetik yang umum di gunakan dalam kegiatan kultur jaringan adalah : kinetin (6- furfurylaminopurine), BAP atau BA (6-benzylaminopurin/6- benzyladenin), PBA (SD 8339), (6-benzylamino -9- (2-tetrahydropyranyl)-9H-purine) dan lain-lain. Peran sitokinin antara lain adalah memacu pembentangan sel, pembesaran dan pembelahan sel. Selain itu sitokinin juga berperan dalam mendorong proses morfogenesis, pertunasan, pembentukan umbi pada kentang, pemecahan dormansi, pembukaan stomata, pembungaan dan pembentukan buah partenokarpi (Santoso dan Nursandi, 2004).
 Senyawa komplek
Senyawa-senyawa komplek yang di tambahkan dalam media di antaranya adalah protein, hidrolyzate, yeast ekstrat, malk ekstrak dan berbagai bahan tanam lainnya, bahan tanaman yang dapat di tambahkan di antaranya adalah air kelapa , endosperm, jagung, jus jeruk, jus tomat, ekstrak kentang, dan lain-lain .(Santoso dan Nursandi,2004)
 Bahan pemadat media
Agar adalah campuran berbagai polisakarida dan galaktosa yang di ekstrak dari ganggang laut , terutama Gellidium amansii serta ganggang dari golongan Rodhopyta. Umumnya agar dapat membentuk gel atau padat pada suhu 40 ºC – 45 ºC dengan titik cair 80 ºC- 90 ºC. jenis agar yang sering di gunakan dalam penelitian kultur jaringan adalah Difco- bacto agar, Difco purified agar dan Taiyo agar (Tcagar) . Agar-agar untuk kue yang tersedia di pasar dengan berbagai merek dapat di gunakan, walaupun konsentrasi penggunannya sedikit berbeda. Konsentrasi agar dalam media lazimnya berkisar 6 – 10 g/l.( Tini dan Amri ,2002)
2.2.7 Tahapan Perbanyakan Tanaman Secara Kultur Jaringan
2.2.7.1 Pembuatan Media
Hampir dapat di pastikan bahwa kesuksesan kegiatan kultur jaringan akan sangat di tentukan dan tergantung oleh pilihan media yang di gunakan. Namun pada awalnya media kultur jaringan komposisinya di dasarkan pada bahan-bahan yang di gunakan untuk hidroponik yang berkembang sebelumnya. Unsur- unsur hara di berikan dalam bentuk garam-garam anorganik, namun pada perkembangan selanjutnya para peneliti mulai menambahkan vitamin, senyawa komplek, dan dengan di temukannya zat pengatur tumbu maka zat ini juga mulai di tambahkan. Agar eksplan dapat tumbuh dengan baik maka media kultur jaringan tanaman tidak hanya menyediakan unsur hara-unsur hara makro dan mikro, tetapi juga karbohidrat yang pada umumnya berupa gula untuk menggantikan karbon yang biasanya di dapat dari atmospere melalui fotosintetis (Gunawan, L.W., 1987; Santoso, U., 2001)
Berbagai komposisi media kultur telah di formulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dikulturkan. Contohnya, komposisi Knudson (1946), Heller (1953), Nitsch dan Nitsch (1972), Gamborg dkk. B5 (1976), Linsmaier dan Skoog-LS (1965), Murashige dan Skoog-MS (1962), serta Woody Plant Medium-WPM (Lloyd dan McCown, 1980). Media kultur tersebut, fisiknya dapat berbentuk cair atau padat. Media berbentuk padat menggunakan pemadat media, seperti agar-agar atau gelrite. Komponen media kultur yang lengkap yaitu : air destilata (aquadest) atau bebas ion sebagai pelarut, hara-hara makro dan mikro, gula (umumnya sukrosa) sebagai sumber energi, vitamin, asam amino dan bahan organik lain, zat pengatur tumbuh (ZPT), arang aktif, suplemen berupa bahan-bahan alami bila diperlukan, agar-agar atau gelrite sebagai pemadat media (Yusnita, 2004).
2.2.7.2 Pemilihan dan Penyiapan Tanaman Induk Sumber Eksplan
Tanaman induk sumber eksplan harus berasal dari tanaman yang jelas jenis, spesies dan varietasnya serta harus sehat dan bebas dari hama dan penyakit. Tanaman induk sumber eksplan kemudian dikondisikan di rumah kaca atau rumah plastik dengan lingkungan yang higienis untuk mendapatkan eksplan yang berkualitas dan lebih bersih. Pemeliharaan tanaman induk sumber eksplan meliputi pemangkasan, pemupukan dan penyemprotan dengan pestisida (fungsisida, bakterisida, dan insektisida) sehingga tunas yang baru tumbuh menjadi lebih sehat dan bersih dari kontaminan (Yusnita, 2004).
2.2.7.3 Sterilisasi dan Inisiasi Kultur
Inisiasi kultur bertujuan untuk mengusahakan kultur yang aseptik dan aksenik. Eksplan harus disterilisasi untuk mendapatkan kultur yang bersih dari kontaminasi. Bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan adalah jaringan muda yang sedang tumbuh aktif. Jaringan tanaman yang masih muda mempunyai daya regenerasi lebih tinggi, sel-selnya masih aktif membelah diri, dan relatif lebih bersih (mengandung lebih sedikit kontaminan). Bagian tanaman yang dapat digunakan sebagai eksplan yaitu biji, tunas pucuk, potongan akar, potongan daun, potongan umbi batang, umbi akar, empulur batang, umbi lapis dengan sebagian batang dan bagian bunga. Eksplan merupakan sumber kontaminasi kultur, disamping komponen media, faktor manusia dan lingkungan. Oleh karena itu sebelum ditanam secara aseptik dalam media steril, eksplan harus dibersihkan dari debu, cendawan dan bakteri atau kontaminan dari bagian permukaan eksplan. inisiasi kultur sering terjadi masalah yaitu terjadinya pencoklatan (browning) atau penghitaman bagian eksplan. Pada waktu jaringan tanaman terkena stres mekanik, seperti pelukaan pada proses isolasi eksplan dari tanaman induk atau proses sterilisasi eksplan, metabolisme senyawa berfenol pada eksplan sering terangsang.
2.2.7.4 Multiplikasi

Multiplikasi atau perbanyakan propagul bertujuan untuk menggandakan propagul atau bahan tanaman yang diperbanyak seperti tunas atau embrio, serta memeliharanya dalam keadaan tertentu sehingga sewaktu-waktu bisa dilanjutkan untuk tahap berikutnya. Pada tahap ini perbanyakan tunas dirangsang, umumnya untuk mendorong percabangan tunas lateral atau merangsang pembentukan tunas adventif. Kondisi ini memerlukan sitokinin seperti BA, BAP, kinetin atau thidiazuron (Yusnita, 2004).
2.2.7.5 Pemanjangan Tunas, Induksi dan Perkembangan Akar
Tunas-tunas yang dihasilkan pada tahap multiplikasi dipindahkan ke media lain untuk pemanjangan tunas. Media untuk pemanjangan tunas mengandung sitokinin sangat rendah atau tanpa sitokinin. Tunas tersebut dapat dipindahkan secara individu atau berkelompok. Pemanjangan tunas secara berkelompok lebih ekonomis daripada secara individu. Setelah tumbuh cukup panjang, tunas tersebut dapat diakarkan. Pemanjangan tunas dan pengakarannya dapat dilakukan sekaligus atau secara bertahap, yaitu setelah dipanjangkan baru diakarkan. Pengakaran tunas in- vitro dapat dilakukan dengan memindahkan tunas ke media pengakaran yang umumnya memerlukan auksin seperti NAA atau IBA. (Yusnita, 2004).
2.2.8 Aklimatisasi
Herawan dan Hendrati (1996) dalam Waringin (2004) menyatakan bahwa aklimatisasi merupakan salah satu penyesuaian tanaman hasil kultur jaringan tanaman untuk menghadapi kondisi yang lebih sulit terutama menghadapi perpindahan dan media agar ke media tanah, supaya di hasilkan tanaman yang mempunyai akar yang lebih baik dan kokoh sedangkan Yusnita (2004) berpendapat bahwa Aklimatisasi adalah pengkondisian planlet atau tunas mikro di lingkungan baru yang aseptik di luar botol dengan media tanah atau pakis sehingga planlet dapat bertahan dan terus tumbuh menjadi bibit yang siap ditanam di lapang. Prosedur pembiakan dengan kultur jaringan baru dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan yang tinggi. Aklimatisasi merupakan tahap kritis karena kondisi iklim mikro di rumah kaca, rumah plastik, rumah bibit dan lapangan sangat jauh berbeda dengan kondisi iklim mikro di dalam botol. Kondisi di luar botol berkelembaban nisbi jauh lebih rendah, tidak aseptik dan tingkat intensitas cahayanya jauh lebih tinggi daripada kondisi di dalam botol. Planlet lebih bersifat heterotrofik karena sudah terbiasa tumbuh dalam kondisi berkelembaban sangat tinggi, aseptik serta suplay hara mineral dan sumber energi kecukupan .




III. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat
Praktik Kerja Lapang Perbanyakan Tanaman Surian (Toona sinensis Merr.) secara in-vitro dilaksanakan dari mulai tanggal 15 September 2008 s/d 28 November 2008. PKL dilaksanakan di Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPBPTH), yang berada di Jalan Palagan Tentara Pelajar KM. 15, Purwobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta.
3.2. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah laminar air flow cabinet (LAFC), microwave, autoklaf elektrik, botol kultur, alat diseksi (pinset, skalpel), rak dorong, baki, petridis, erlenmayer, labu ukur, gelas ukur, hansprayer, lampu bunsen, gunting, kamera, beaker glass, timbangan digital, timbangan analitik, hot plate magentic stirrer, magnetik stirrer, pH meter, kulkas, pipet tetes, pipet lurus, mikro pipet, poci ukur, kuas, mistar, alat pencuci, spatula, shaker putar, stopwatch, ember, sprayer, sekop, lux meter, golok, pisau, gunting, gunting stek, bak tanam, bak permanen dan sendok.
Bahan-bahan yang digunakan adalah unsur hara makro, unsur hara mikro, unsur hara besi, vitamin, zat pengatur tumbuh (ZPT) kinetin, NAA, PVP dan BAP, sukrosa, gula pasir, agar, tisu, alkohol 96%, alkohol 70%, klorok, spirtus, mata pisau, eksplan Surian (Toona sinensis Merr.) ,planlet Surian, detergen, fungisida,sublimat atau Hgcl2, air kran, air destilata, air destilata steril, plastik wraffing, alumunium foil, kertas label, spidol permanen, korek api, NaOH, HCL, kertas, pot, media pakis, media pasir, media aklimatisasi dan kain.

3.3. Metode PKL
3.3.1. Metode Pelaksanaan PKL
Metode pelaksanaan PKL dilakukan dengan cara orientasi, observasi, adaptasi, praktik langsung, diskusi, wawancara dan studi pustaka. Orientasi dilakukan sebelum melakukan PKL dengan cara dikumpulkan untuk menerima petunjuk, pengarahan, dan menerima tugas dari pimpinan/pembimbing industri. Setelah itu dilakukan observasi dengan melakukan pengamatan terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan di laboratorium maupun di lapangan dan adapatasi dengan situasi dan kondisi tempat PKL dan senantiasa menjalin hubungan baik dengan pembimbing dan masyarakat. Wawancara dilakukan dengan pembimbing PKL maupun para karyawan yang terkait dengan tanaman Surian yang bertujuan untuk mendapatkan dan menambah informasi tentang budidaya dan kultur jaringan Surian. Disamping itu diskusi juga dilaksanakan sebelum atau setelah kegiatan di lapang pada saat menemukan hal-hal yang belum dimengerti untuk memperjelas informasi dengan pembimbing PKL, karyawan dan teman yang sedang melaksanakan PKL serta studi pustaka untuk mencari literatur yang berkaitan dengan kegiatan PKL dari buku-buku dan jurnal-jurnal yang ada di perpustakaan dan internet.
3.3.2. Metode Percobaan dan Pengamatan
Dalam Praktik Kerja Lapang di Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPBPTH) Yogyakarta penulis melakukan percobaan dan pengamatan pada teknik sterilisasi, jenis media dan bagian tanaman Surian (Toona sinensis Merr.) sebagai eksplan. Percobaan dan pengamatan sterilisasi suren dimaksudkan untuk mengetahui efektivitas waktu perendaman/penggojogan dan pengaruh jenis bahan kimia terhadap tingkat kontaminasi. Percobaan dan pengamatan jenis media dimaksudkan untuk mengetahui jenis media yang memberikan respon paling optimal terhadap pertumbuhan eksplan Surian ,jenis media yang di gunakan terdiri dari bebrapa konsentrasi pemberian hormon BAP sedangkan percobaan dan pengamatan bagian tanaman sebagai eksplan dimaksudkan untuk mengetahui bagian tanaman (pucuk tanaman dan meristem aksiler) yang bila digunakan sebagai eksplan akan menunjukan regenerasi jaringan yang terbaik.
Percobaan sterilisasi menggunakan perlakuan bahan kimia fingisida dichoil,sunligh,HgCl2 dengan konsentrasi 0.15 mg/l dan alkohol 70%, dengan lamanya perendaman pada setiap bahan kimia yaitu 30 menit, 15 menit, 15 menit dan 3 menit. Menggunakan media MS dengan 3 kali ulangan, masing-masing ulangan teridiri dari 1 klon eksplan dengan 5 klon, sehingga total 3 x 5 x 3 = 45 sampel dan 15 sampel kontrol. Jadi semuanya terehitung 60 sampel.
Percobaan bagian tanaman untuk eksplan menggunakan dua bagian tanaman yaitu eksplan pucuk tunas dan eksplan meristem aksiler. Pengamatan dilakukan seminggu 2 x selama 5 minggu dari mulai 15 september 2008 – 28 november 2008. Parameter yang diamati dari percobaan sterilisasi yaitu persentase kultur yang terkontaminasi jamur, bakteri dan campuran (jamur dan bakteri) dengan kultur steril. Parameter yang diamati dari percobaan media yaitu respon tumbuh (persen hidup/mati dan warna eksplan).
3.4. Pelaksanaan PKL
PKL yang dilakukan di Balai Besar Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Jogjakarta yaitu dimulai dari penyusunan perencanaan kegiatan produksi perbanyakan Surian (Toona sinensis Merr.) secara in vitro. Pembuatan perencanaan kegiatan produksi dilaksanakan seminggu sebelum melaksanakan kegiatan produksi yang meliputi penetapan judul produksi, pembuatan draf perencanaan produksi, pengetikan, pemeriksaan, pengesahan dan penjilidan. Kegiatan selanjutnya adalah penyiapan eksplan. Penyiapan eksplan dilakukan dengan penanaman biji dan stek batang tanaman surian pada media pasir dan arang sekam. Yang di tanam dalam bak permanen atau bak plastik dan pada umur tertentu di pindahkan ke dalam polibaq dengan media tanam tanah dan pupuk kandang dengan pernadingan 1:1 yang di tempatkan dalam green house dengan suhu dan kelembapan yang terkontrol.
Pembuatan media kultur dilakukan di laboratorium kultur jaringan yaitu dimulai dari penimbangan bahan, pembuatan larutan stok, pengambilan larutan stok, pencampuran larutan dan gula, pemasakan media, penuangan media pada botol, sterilisasi media dan penyimpanan media di ruang media.
Sterilisasi eksplan yaitu mengambil eksplan yang berasal dari hasil stek di dalam polibaq dan eksplan yang langsung dari lapangan, kemudian disterilisasi di luar laminar dan di dalam laminar lalu ditanamkan pada media yang sudah dipersiapkan sebelumnya.
Subkultur dilakukan pada ruangan yang steril dengan peralatan yang steril juga yaitu dengan memindahkan propagul ke media baru kemudian dilanjutkan dengan pengakaran yaitu tahap untuk mengakarkan planlet dan tahap terakhir yaitu aklimatisasi yang dilakukan di green house





























IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Balai Besar Penelitian Bioteknolgi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta
4.1.1. Sejarah Singkat BBPBPT Hutan Yogyakarta
BBPBPTH bermula dari proyek pemuliaan pohon hutan pada tahun 1990 di Yogyakarta diawali dengan bekerja sama pemerintah Republik Indonesia melalui Departemen Kehutanan dengan Pemerintah Jepang melaui JICA (Japan International Cooperation Agency) yang kerja sama tersebut dalam bentuk bantuan dan hibah berupa bangunan, peralatan dan tenaga serta diikuti kerjasama teknik baru dimulai pada tahun 1992.
Pengelolaan lembaga itu semula di bawah Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan (RRL) dan sejak tahun 1994 berdasarkan SK Menhut No. 53/Kpts-II/1995 status proyek ditingkatkan menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT) setingkat eselon IIIA dengan nama Balai Penelitian dan Pengembanagan Pemuliaan Benih Tanaman Hutan (BP3BTH).
Pada tahun 2000 sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 602/ Kpts-II/2000 tentang organisasi dan tata kerja Departemen Kehutanan dan Perkebunan ditingkatkan lagi statusnya menjadi setingkat eselon IIA dengan nama Pusat Penelitian dan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (P3BPTH) yang berada di bawah dan tanggung jawab Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan sampai tahun 2006.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. 38/ Menhut-II/2006 tanggal 2 Juni 2006 nama P3BPTH berubah menjadi Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPBPTH). Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan tanaman hutan adalah salah satu dari dua Balai Besar dibawah Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan yang berlokasi di Yogyakarta. BBPBPTH merupakan instansi setingkat eselon IIB dan sesuai Permenhut tersebut di atas dipimpin oleh seorang Kepala Balai Besar (Eselon IIB) yang dibantu oleh 1 (satu) bagian Tata Usaha (Eselon IIIB), 2 (dua) orang Kepala Bidang (Eselon IIIB) yaitu Kepala Bidang Perencanaan serta Kepala Bidang Pelayanan Evaluasi (BBPBPTH, 2008).
4.1.2. Struktur Organisasi BBPBPT Hutan Yogyakarta
Kepala Bidang Tata Usaha bertugas dalam urusan tata usaha dan rumah tangga yang dibantu oleh 2 (dua) Sub Bagian Keuangan dan Sub Bagian Umum. Bidang Perencanaan dibantu oleh 2 (dua) orang Kepala Seksi (Eselon IVA) yaitu Kepala Seksi Program dan Anggaran dan Kepala Seksi Kerjasama Penelitian. Kepala Bidang Pelayanan dan Evaluasi dibantu oleh 2 (dua) orang Kepala Seksi (Eselon IVA) yaitu Kepala Seksi Pelayanan Teknis dan Kepala Seksi Evaluasi dan Pelaporan.
Kelompok Jabatan Fungsional Peneliti dan Teknisi mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Seluruh jabatan fungsional ke-litbang-an pada tahun 2007 dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) Kelompok Penelitian (Kelti) yaitu Kelti Pemuliaan Tanaman Hutan, Kelti Konservasi Genetik Tanaman Hutan dan Kelti Bioteknologi Tanaman Hutan. Selain itu ada kemitraan nasional dan internasional dalam pemanfaatan sumberdaya hutan berdasarkan pengelolaan secara lestari (BBPBPTH, 2008)


























Gambar 1. Struktur Organisasi Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Jogjakrta.

4.1.3. Kondisi Wilayah BBPBPT Hutan Yogyakarta
Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman beralamatkan di Jalan Tentara Pelajar KM 15 Purwobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta. Lokasi BBPBPTH terletak di ketinggian ± 400 meter dari permukaan laut (dpl) dan di atas areal tanah seluar 5.5 ha (± 1.5 ha untuk areal demplot). Lokasi laboratorium Kultur Jaringan terletak di Kaliurang (± 24 km sebelah utara Yogyakarta) dengan ketinggian tempat ± 900 meter diatas permukaan laut (dpl) pada areal 1.29 ha. Lokasi ini digunakan untuk kegiatan uji coba bagi tanaman yang memerlukan lokasi tempat yang tinggi.
4.1.4. Tugas Pokok dan Fungsi BBPBPT Hutan Yogyakarta
Balai Besar Penelitian Boteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta mempunyai tugas melaksanakan penelitian di bidang Bioteknolgi dan Pemuliaan Tanaman Hutan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Kepala Balai. Pusat Litbang Hutan Tanaman menyelenggarakan fungsi.
 Penyusunan rencana program kerja dan anggaran penelitian bidang bioteknologi dan pemuliaan tanaman hutan.
 Pelaksanaan kerjasama penelitian di bidang bioteknologi dan pemuliaan tanaman hutan.
 Pelakasanaan penelitian di bidang bioteknologi dan pemuliaan tanaman hutan.
 Pemberian pelayanan informasi ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) hasil-hasil penelitian serta layanan penelitian di bidang bioteknolgi dan pemuliaan tanaman hutan.
 Pelaksanaan pengelolaan sarana prasarana penelitian di bidang bioteknologi dan pemuliaan tanaman hutan.
 Pelaksanaan pengelolaan kawasan hutan dengan tujuan khusus.
 Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan.
 Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Balai Besar.

4.1.5. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran BBPBPT Hutan Yogyakarta
4.1.5.1 Visi
Terwujudnya pusat keunggulan (center of excellence) yang mampu menyediakan IPTEK di bidang Bioteknologi, Konservasi Sumberdaya Genetik dan Pemuliaan Tanaman Hutan, serta mendorong implementasinya dalam upaya mendukung pembangunan hutan yang berkelanjutan.
4.1.5.2 Misi
 Menyediakan IPTEK untuk menghasilkan benih unggul guna peningkatan produktivitas dan nilai ekonomi hutan tanaman (industri dan hutan rakyat).
 Mendorong terwujudnya pembangunan hutan tanaman (industri dan hutan rakyat) dengan menggunakan benih unggul.
 Meningkatkan pemasyarakatan hasil-hasil penelitian dan pengembangan.
4.1.5.3 Tujuan
Meningkatkan produktifitas dan nilai ekonomi hutan tanaman (industri dan hutan rakyat).
4.1.5.4 Sasaran
 Meningkatknya penggunaan benih unggul dalam pembangunan hutan tanaman (industri dan hutan rakyat).
 Meningkatkan kontribusi litbang bioteknologi terhadap upaya konservasi biodiversitas.
 Meningkatkan kepercayaan pengguna.
 Meningkatkan kerjasama dalam dan luar negeri. (Anonim, 2003)

4.1.6. Sumber Daya Manusia (Kepegawaian) BBPBPT Hutan Yogyakarta
Salah satu unsur manajemen yang strategis dalam rangka pembangunan nasional adalah adanya kuantitas serta kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu bekerja secara berdaya guna dan berhasil guna. Pembangunan, pengembangan dan pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan isi pokok dan diprioritaskan dalam pengadaannya. Karena SDM disadari sangat penting sebagai faktor kunci dalam pelaksanaan pembangunan, termasuk dalam penyelenggaraan penelitian dan pengembangan hutan tanaman, maka keberhasilan pelaksanaan litbang sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas SDM, baik sebagai tenaga peneliti, teknisi maupun administrasi.
Penumbuh kembangan penguasaan dan pengembangan IPTEK merupakam suatu rantai yang memperkuat antara unsur-unsur kelembagaan, jejaring IPTEK dan sumber daya manusia. Keadaan sumber daya manusia (SDM) BBPBPTH berdasarkan golongan dan pendidikan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.




Tabel 1. Keadaan Pegawai Negeri (PNS) dan Honor Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan berdasarkan tingkat pendidikan dan golongan pada Januari 2008.
No Pendidikan Golongan Honor Jumlah
IV III II I
1 S3/Doktor 3 2 - - - 5
2 S2/Master 5 11 - - - 16
3 S1/Sarjana 4 29 - - - 33
4 D3/Sarmud - 5 - - - 6
5 D2 - - - - - -
6 SLTA - 10 38 - 5 53
7 SLTP - - 3 3 1 7
8 SD/Non SD - - 2 3 - 5
Jumlah 12 57 44 6 6 125
Sumber : BBPBPTH, 2008
4.1.7. Fasilitas BBPBPT Hutan Yogyakarta
Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanamah Hutan Yogyakarta dalam melaksanakan tugas dan fungsinya ditunjang dengan fasilitas yang memadai yaitu laboratium Kultur Jaringan, laboratorium Genetika Molekular, laboratorim Data, laboratorium Benih/Biologi Reproduksi, laboratorium Kayu, 3 bangunan green house, bangunan kantor purwobinangun dan kaliurang, 12 hutan penelitian (HP) yaitu HP Kaliurang, HP Watusipat, HP Petak 93, HP Petak 95, HP Sumbar Waringin, HP Padekanmalang, HP Wonogiri, HP Candiroto, HP Carita, HP Kediri, HP Sobang dan kebun percobaan Candiroto. Selain itu ditunjang dengan perpustakaan, kendaran dinas roda dua dan empat, perumahan/rumah dinas, pondok kerja, dan lain lain (BBPBPTH, 2008).

4.2 Hasil Pelaksanaan PKL
4.2.1. Penyusunan Perencanaan Kegiatan Produksi Surian (Toona sinensis Merr.)
Pelaksanakan kegiatan produksi Perbanyakan Tanaman Surian (Toona sinensis Merr.) secara in-vitro di Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, mahasiswa Program Pendidikan Diploma 4 Agribisnis Pertanian Manajemen Agroindustri kerjasama antar Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Pertanian Cianjur dengan Politeknik Negeri Jember harus membuat perencanaan kegiatan produksi. Penyusunan perencanaan kegiatan produksi dibuat sebelum melakukan kegiatan produksi. Penyusunan kegiatan roduksi di lakukan sebelum mahasiswa magang masuk ke lembaga industri untuk di jadikan acuan pedoman oleh pembimbing industri dalam rangka menetapkan kegiatan-kegiatan yang nantinya akan kita lakukan dalam paktek kerja industri (PKL).
Penyusunan kegiatan perencanaan produksi ini di dasarkan pada beban kerja sebesar 8 SKS yamg harus di lakukan di industri/instansi tempat PKL.di karenakan PKL tahun ini berbeda dengan PKL tahun-tahun sebelumnya. Karena selama kegiatan praktek kerja industri (PKL) berlangsung mahasiswa juga di berikan pembelajaran secara pararel tugas materi kuliah dengan strategi perkuliahan pembelajaran jarak jauh (PJJ) namun demikian pelaksanaannya dapat di atur waktunya dan di sesuaikan dengan kegiatan di masing-masing instansi/industri.
Penyusunan kegiatan perencanaan industri yang telah di buat, di perlihatkan kepada pembimbing di Politeknik VEDCA, untuk di pertimbangkan dan di setujui, setelah program kegiatan perencanaan tersebut di setujui maka konsep perencanaan tersebut akan di ketik menggunakan komputer dan di print serta di tandatangani/di syahkan oleh pembimbing di Politehknik VEDCA sehingga konsep perencanaan tersebut syah menjadi acuan dalam pelaksanaan program kerja di industri

Dengan melihat konsep perencanaan kegiatan praktek kerja industri (PKL) yang telah di buat, maka pembimbing industri akan menentukan judul produksi yang akan kita lakukan dalam kegiatan praktek kerja industri yaitu Perbanyakan Tanaman Surian (Toona sinensis.Merr.) secara in-vitro di Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta. yang sesuai dengan produksi dan fasilitas yang telah di kembangkan dan ada di lembaga industri tersebut. Setelah menentukan jadwal produksi maka pembimbing industri akan mengajak peserta magang menyusun jadwal kegiatan praktik yang di sesuaikan dengan perencanaan kegiatan produksi. Dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta selama kurang lebih 5 minggu dari mulai tanggal 15 september 2008 – 28 november 2008. yang telah kita buat dan telah di syahkan oleh pembimbing dari politeknik VEDCA. (Program praktik kerja lapang dapat dilihat pada lampiran 3).
4.2.2. Pembuatan dan Sterilisasi Media Surian (Toona sinensis Merr.)
Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Berbagai komposisi media kultur telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan yang dikulturkan (Yusnita, 2004). Pembuatan media tanam dalam perbanyakan tanaman secara in vitro merupakan kegiatan yang paling penting dan memerlukan ketelitian serta pemahaman yang jelas dalam proses pembuatannya.
Pembuatan media kultur Surian (Toona sinensis Merr.) harus dilaksanakan dengan cermat, sabar dan teliti dalam mengerjakannya terutama dalam penimbangan bahan, sehingga komposisi media tepat dan baik untuk pertumbuhan dari tanaman yang dikulturkan. Pembuatan media kultur Surian (Toona sinensis Merr.) yang dilakukan di Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan dimulai dari tahap sterilisasi botol kultur. Botol kultur yang akan digunakan dalam pembuatan media sebelumnya dicuci dengan menggunakan sunligh dan dibilas di air mengalir sampai bersih. Botol kultur lalu disterilisasi dalam autoklaf elektrik pada tekanan 17,5 psi (pounds per square inch), suhu 121oC selama waktu 60 menit. Botol steril lalu disimpan di meja tempat botol steril dan siap digunakan sebagai wadah media.Kegiatan selanjutnya membuat larutan stok media meliputi stok hara A, B, C, vitamin dan zat pengatur tumbuh.
Komposisi media kultur jaringan Surian (toona sinuenis) menggunakan komposisi media MS (Murashige dan Skoog) yang digunakan untuk induksi. Komposisi media MS terdiri dari stok hara A, B, C, dan vitamin. Media yang digunakan untuk inisiasi Surian (Toona sinensis Merr.) yaitu media MS dengan penambahan hormon 1 ppm Kinetin, 1 ppm PVP , 0.01 ppm NAA, dan 4 perlakuan Hormon perbanyakan BAP yaitu MS 0 (Kontrol), 1 ppm (1 ml/l) , 3 ppm (3 ml/l), dan 5 ppm( 5 ml/l). Jumlah eksplan untuk setiap perlakuan ada 15, dengan 5 klon tanaman (Komposisi media lengkap dapat dilihat pada lampiran 5)
Pembuatan media tanam Surian (Toona sinensis Merr.) secara umum dimulai dari penyiapan alat dan bahan. Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan media yaitu autoklaf, hot plate magnetic stirer, stirrer, beaker glass, magnetic stirrer, pipet, microwave, dan botol kultur. Air akuades dimasukkan ± 300 ml pada beaker glass, kemudian larutan stok A, B, C, vitamin, dan zat pengatur tumbuh yang telah dibuat dimasukkan juga ke dalam beaker glass sesuai dengan pengambilan pada masing-masing larutan stok. Sukrosa/gula dan agar ditimbang masing-masing sebanyak 30 gram/liter sukrosa dan 12 gram/liter agar. Sukrosa dimasukkan ke dalam beaker glass lalu diaduk sampai homogen pada stirrer menggunakan kapsul magnetic. Larutan media kemudian ditera dengan air akuades 1 liter. Setelah larutan ditera dan dilarutkan sampai homogen kemudian dilakukan pengukuran pH, pH yang diinginkan yaitu 5,8 apabila lebih dari 5,8 maka harus ditambahan HCL dan apabila kurang dari 5,8 harus ditambahkan NaOH sedikit-sedikit sampai dengan pH 5,8. Larutan media kemudian ditambahkan air akuades lagi sampai 1000 ml. Larutan media ditambahkan agar-agar dan diaduk sampai homogen. Larutan media lalu dimasukkan dalam microwave selama 6 menit/liter kemudian di masak di hot plate magnetic stirrer sampai warnanya jernih dan mendidih. Media dituangkan pada tabung besar ± 25 ml/botol untuk media inisiasi. Tabung dan botol media tersebut kemudian ditutup dengan alumunuium foil. Media lalu disterilisasi dalam autoklaf elektrik pada tekanan 17,5 psi, suhu 121oC selama 20 menit. Media kemudian disimpan di ruang media pada suhu ruangan yaitu 26 – 28oC.
4.2.3. Penyiapan Eksplan Surian(Toona sinensis Merr.)
Bahan tanam sumber eksplan yang digunakan untuk perbanyakan tanaman Surian (Toona sinensis Merr. ) secara in-vitro yaitu eksplan yang berasal dari tanaman Surian yang jelas jenis, spesies, dan varietasnya serta harus sehat dan bebas dari hama dan penyakit. Permasalahan yang sering di hadapi dalam perbanyakan tanaman keras atau tanaman tahunan biasanya dalam penyediaan eksplan, karena tanaman kayu atau tanaman keras banyak mempunyai jaringan yang tua, meskipun di beberapa bagian ada pula yang masih bersifat meristematis. Eksplan yang digunakan umumnya adalah tunas pucuk dan meristem aksiler yaitu meristem yang terdapat pada ketiak daun atau braktea yang memiliki jaringan yang masih muda dan mengandung hormon endogen, yang sedang tumbuh aktif karena mengandung lebih sedikit sumber kontaminan dan masih aktif beregenerasi. Penyiapan eksplan Surian di lakukan dengan cara penyiapan eksplan langsung di lapangan melalui biji atau pun dengan metode stek.
Penyiapan eksplan dari lapangan yang diambil berupa tunas pucuk dan batang atsiler yaitu diambil dari tunas pucuk sampai 3 buku ke bawah. Eksplan tersebut berasal dari biji atau hasil stek di dalam bak permanen atau bak plastik. Dengan media pasir dan arang sekam.biji yang akan dijadikan sumber eksplan sebelum di semaikan ,terlebih dahulu di adakan penyortiran benih yang tersedia, yakni pemilihan biji yag baik dengan biji yang kurang baik, kemudian biji tersebut di rendam dengan menggunakan GA4 (Gibberelin) selama semalam, kemudian pada pagi hari bilas dengan air bersih kemudian di rendam dengan larutan fungisida selama 10-15 menit kemudian di angin-anginkan. Biji tersebut kemudian kita tanamkan pada bak pasir (bisa menggunakan bak permanen atau bak plastik), yang pasirnya telah di sterilkan dengan perendaman air panas yang mendidih selama semalam. Cara penananamannya yaitu terlebih dahulu tabur pasir diatas bak , kemudian biji Surian di campur dengan arang sekam yang telah di sediakan, di aduk dan di taburkan di atas tumpukan pasir. setelah tumbuh 2 daun atau kira-kira berumur 3 minggu tanaman tersebut di pindahkan ke polibaq dengan media tanah dan pupuk kendang dengan perbandingan 3:1, setelah berumur 8 bulan terhitung dari sejak hari pertama di pindah ke polibaq, tanaman tersebut sudah dapat di jadikan eksplan.
Adapun dengan melalui metode stek bagian tanaman yang di stek adalah potongan batang Surian, media pasir dipersiapkan dengan cara disterilisasi melalui proses perendaman pasir dengan air panas selama kurang lebih pasir sampai pasar masak. Pasir yang sudah steril dimasukkan ¼ bagian bak plastik bervolume 480 m3 yang sudah bersih dan steril. Pasir tersebut dibiarkan selama 1 hari sebelum digunakan. Batang Surian yang telah dipotong di cuci dengan air bersih sampai kotoran yang melengket yakin tidak ada lagi. Setelah itu batang Surian direndam dalam larutan fungisida 2 gram/100 ml selama 15 menit kemudian ujung batang Surian di olesi dengan zat perangsang tumbuh akar (ROOTENA F) dan ditanamkan pada media pasir dengan cara ditancapkan pada media dengan posisi berdiri. Kemudian tanaman tersebut beri sungkup dengan menggunakan plastik bening yang transparan. Stek batang tanaman Surian pada media pasir agar lebih steril, sehat dan terbebas dari hama dan penyakit dan cepat menghasilkan tunas harus dilakukan perawatan yaitu dengan mengkonstankan suhu 28oC dan kelembaban 80 %, pengendalian kontaminasi jamur dengan penyemprotan fungisida. Setelah berumur kurang lebih 4 minggu atau telah berakar maka tanaman tersebut di pindahkan ke polibaq dengan media tanah dan pupuk kadang dengan perbandingan 3:1. Setelah berumur 8-1 thn tanaman tersebut dapat diambil sebagai eksplan. Sebelum pengambilan eksplan Surian, sebaiknya tanaman yang akan di jadikan tanaman induk di semprot dengan, menggunakan fungisida dengan dosis 2 gr/100 ml air yang di masukkan ke dalam botol semprot, kegiatan ini sebagai bentuk perawatan terhadap tanaman agar terhindar dari gangguan serangga sehingga eksplan yang nantinya di hasilkan dapat terbebas dari gangguan mikroorganisme yang dapat menurunkan kwalitas eksplan Surian. Kegiatan penyiapan eksplan ini semua berlangsung di green house


4.2.4. Sterilisasi Eksplan dan Inisiasi Surian (Toona sinensis Merr.)
Eksplan merupakan sumber kontaminasi kultur selain komponen media, faktor manusia, alat-alat dan lingkungan. Oleh karena itu eksplan Surian yang akan dikulturkan sebelumnya di sterilisasi. Proses sterilisasi eksplan Surian tersebut bertujuan agar bakteri, jamur dan mikroorganisme yang akan menyebabkan kultur kontaminasi mati. Bahan-bahan yang digunakan dalam sterilisasi eksplan yaitu Surian adalah Fungisida Dithanea 80%, sunligh, HgCl2 0,15 %, air mengalir, air aquadest, alkohol 70% dan air aquades steril, apabila bahan sublimat atau HgCl2 tidak tersedia dapat di gantikan dengan bayclin dan penambahan larutan Tween 20 % beberapa tetes.
Baiknya Eksplan tunas pucuk dan meristem aksiler yang masih mudah di ambil dengan cara memotong sampai 3 ruas buku dengan menggunakan gunting bunga.dan di potong menjadi 3 bagian, setiap potongan terdapat tunas pada bagian ruasnya, potongan tersebut kemudia kita masukan kedalam gelas kultur yang telah terisi air aquades setengahnya. Prosedur sterilisasi eksplan Surian terdiri dari dua bagian yaitu sterilisasi di luar laminar dan sterilisasi di dalam laminar.

Sterilisasi di luar laminar dimulai dengan mencuci eksplan pada air mengalir, kemudian menghilangkan kotoran yang kemungkinan masih ada dan menenempel pada eksplan dengan cara satu persatu eksplan Surian kita masukan ke dalam larutan fungisida yang telah di sediakan terlebih dahulu dengan cara kulit luar ekspaln di gosok dengan menggunakan spoon atau dengan menggunakan kuas kecil, penggosokan di lakukan jangan-terlalu keras karena akan merusak jaringan tumbuh eksplan, pastikan semua bagian eksplan di gosok Eksplan Surian kemudian dimasukan ke dalam larutan fungisida 2 gr/100ml dan homogenkan di atas stirer selama 30 menit, lalu membilasnya pada air mengalir. Setelah itu tahap kedua masukan eksplan Surian ke dalam larutan sunligh dan homogenkan di atas stirer selama 15 menit, kemudian bilas dengan aiar mengalir dan 1 kali air akuades pada bilasan terakhir.

Seteleh itu masukan eksplan ke dalam gelas erlenmeyer dan lakukan sterilisasi di dalam laminara air flow cabinet, pertama-tama endam eksplan pada larutan HgCl2 selama 10 menit dan gocok, kemudian bilas dengan air aquades, kemudian rendam dengan larutan alkohol 70% selama 2-3 menit, setelah itu bilas dengan air aquades steril sebanyak 3x. Pembuatan alkohol 70% menggunakan metode pengenceran dari alkohol yang tersedia 95% (74 ml alkohol 95 % dan 26 ml air akuades), kemudian eksplan ditiriskan.

Inisiasi merupakan tahap penanaman eksplan yang sudah disterilisasi kemudian ditanamkan dalam media kultur. Eksplan Surian yang sudah disterilisasi kemudian ditanam pada media MS dengan pemberian, kinetin 1 ppm ,PVP 1 ppm, NAA 0,01 ppm dengan berbagai perlakuan pemberian hormon BAP yakni MS tanpa BAP (kontrol), BAP 1 ppm,3 ppm, dan 5 ppm. Eksplan terdiri dari 5 klon yaitu klon A,B,C,d,E, masing-masing klon ditanam dengan pada masoing-masing konsentrasi media adlah 3 buah eksplan.
Setelah selesai penanaman pada botol diberi keterangan sesuai dengan jenis perlakuan dan tanggal inisiasi lalu menyimpannya di ruang inkubasi dalam kondisi terang dengan pencahayaan 1000 lux pada suhu 28oC kelembaban 70% dengan lama penyinaran 16 jam. Setiap 3 hari sekali dilakukan pengamatan sesuai dengan jenis percobaan yang dilakukan yang terdiri dari percobaan dan pengamatan sterilisasi. Parameter yang diamati dari percobaan dan pengamatan sterilisasi yaitu tingkat kontaminasi jamur, bakteri dan campuran (jamur dan bakteri) dan yang steril. Parameter yang diamati dari percobaan dan pengamatan jenis media yaitu respon tumbuh dan warna eksplan sedangkan parameter yang diamati dari percobaan dan pengamatan jenis eksplan yaitu warna eksplan dan respon tumbuh selama 4 minggu pengamatan.
4.2.5. Multiplikasi Surian (Toona sinensis Merr.)
Multiplikasi pada prinsipnya bertujuan untuk menggandakan propagul atau bahan tanaman yang diperbanyak atau embrio serta memeliharanya dalam keadaan tertentu sehingga sewaktu-waktu dapat dilanjutkan untuk tahap berikutnya. Perbanyakan Surian secara in vitro di laboratorium kultur jaringan BBPBPTH Yogyakarta baru pada tahap awal yaitu inisiasi tetapi pada umumnya teknik multiplikasi Surian sama prinsipnya seperti tanaman hutan yang lain. Pelaksanakan kegiatan penanaman baik inisiasi maupun multiplikasi keadaan alat, media, bahan, pekerja harus dalam keadaan steril. Multiplikasi dilaksanakan di dalam meja kerja steril laminar air flow cabinet.
Alat dan bahan yang akan digunakan disemprot dengan alkohol 70% dan memasukannya pada laminar. Dissecting set (pinset, skalpel) sebelum digunakan dicelupkan dalam alkohol 95% kemudian dibakar secara merata sampai terasa cukup dan untuk petridis hanya dibakar saja sampai merata. Propagul dikeluarkan dari botol dan disimpan di dalam petridis kemudian dipotong. Potongan propagul kemudian disimpan pada petridis yang telah dialasi kertas steril. Propagul ditanamkan dengan menggunakan pinset steril pada media multiplikasi berupa propagul/tabung. Setelah itu kemudian pada botol diberi keterangan (nama media dan nama tanaman) lalu di simpan di ruang kultur pada pencahayaan yang terang yaitu 10000 lux dengan lamanya penyinaran 16 jam, suhu 27oC dan kelembaban 70%. Multifikasi di lakukan setelah eksplan berumur 30 hari atau 1 bulan dengan media tanama sama dengan pada saat inisiasi dan pemberian perlakuan hormon yang sama.
4.2.6. Perakaran
Tahap perakaran adalah tahapan yang dilakukan setelah multifikasi, dengan tujuan penumbuhan akar pada eksplan. Alat dan bahan yang di gunakan hampir sama dengan pada saat kita melakukan inisiasai ataupun multifikasi dan kegiatannya dapat di lakukan di laminar air floow cabinet ataupun di green house dengan metode microf grafting dengan menggunakan media pasir dalam bak pasir, sedangkan kegiatan perakaran yang di lakukan di dalam laminar air flow cabinet media yang di gunakan adalah media perakaran yaitu ½ MS dengan penambahan hormon IBA dan NAA 0,1 ml/l. Dan pemberian hormon BAP sesuai dengan hasil percobaan penelitian yakni media mana yang paling baik pada saat pengamatan di lakukan. Dari hasil perakaran akan berbentuk planlet yang setelah berumur 3 x 30 hari dapat di aklimatisasi, ataupun dari hasil perakaaran dapat di lakukan lagi multifikasi secara berulang-ulang kali.
4.2.7. Aklimatisasi Surian (Toona siensis Merr.)
Aklimatisasi adalah proses pengkondisian planlet atau tunas mikro (jika pengakaran dilakukan secara ex- vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar botol, dengan media tanah pakis sehingga planlet dapat bertahan dan terus menjadi bibit yang siap ditanam di lapangan (Yusnita, 2004). Pada umumnya teknik aklimatisasi tanaman Surian sama prinsipnya seperti tanaman hutan yang lain. Proses aklimatisasi dimulai dari penyiapan alat dan bahan yang akan digunakan yaitu baki, pinset, kuas, fungsisida, air mengalir, Rootena F, planlet Suriandan media campuran (tanah top soil, pupuk kandang/kompos), pasir dan arang sekam padi lalu membuat larutan fungisida dengan dosis 1 gram/liter.

Planlet sebelum dilakukan penanaman diseleksi berdasarkan kelengkapan organ, warna kekerasan dan ukuran. Planlet Surian yang akan diaklimatisasi telah mempunyai organ yang lengkap, mempunyai akar dan pucuk, warna pucuknya hijau mantap, artinya tidak tembus pandang dan pertumbuhannya kekar. Planlet kemudian dikeluarkan dari botol secara hati-hati dengan pinset kemudian dicuci dari media kultur yang menempel pada akar dengan air bersih menggunakan kuas kecil. Planlet tersebut kemudian direndam dalam larutan fungisida selama 5 menit lalu dibilas air akuades. Planlet lalu ditanamkan pada media campuran yaitu tanah top soil, pupuk kandang/kompos, pasir dan arang sekam padi dengan perbandingan 3 : 1 : 1 : 1 yang berada dalam bak plastik kemudian disiram. Bak plastik tersebut kemudian disungkup menggunakan plastik transparan lalu simpan di rumah kaca dengan penyinaran tidak terlalu tinggi (intensitas cahaya sedang). Sungkup baru dibuka apabila media kering atau aklimatisasi telah beralangsung 2 minggu dengan cara sungkup dibuka bertahap biasanya ¼ bagian sungkup. Planlet yang dianggap telah menumbuhkan rambut akar dan akar lateral segera dipindah ke dalam media polybag dan disimpan dirumah kaca setalah diaklimatisasi selama 2-3 minggu.
4.2.8. Hasil Percobaan dan Pengamatan Sterilisasi Eksplan Surian (Toona sinensis Merr.)
Tabel 2 menunjukkan hasil percobaan dan pengamatan sterilisasi eksplan Surian yang menggunakan perlakuan larutan HgCl2 0,15 %, dan alkohol 70 % dengan menggunakan lamanya waktu perendaman pada masing-masing larutan yaitu 15 menit dan 5 menit
Tabel 2. Rekapitulasi hasil percobaan dan pengamatan sterilisasi eksplan pada perbanyakan tanaman Surian (Toona sinensis) secara in-vitro

NO Perlakuan Paranmeter pengamat
Kontaminasi
Jamur Bakteri Gosong kering Steril
1 BAP O ml/l
(kotrol) 2 3 4 1 5
Persentasi (%) 13 % 20% 27% 7% 33%
2 BAP 1 ml/l 2 2 6 5
Rata-rata (%) 13% 13% 40% 33%
3 BAP 3 ml/l 1 2 3 3 6
Rata-rata (%) 7% 13% 20% 20% 40%
5 BAP 5 ml/l 1 1 4 9
Rata-rata (%) 7 % 7% 27% 60%
Pengamatan dilakukan selama 5 minggu dengan melihat jumlah paling terakhir pada minggu ke-5.
Persentase (%) rata-rata dihitung terhadap jumlah total eksplan yang dikultur (15 eksplan/ jenis perlakuan media ,dengan perhitungan masing-masing klon 3x ulangan )

Kontaminasi setiap perlakuan mulai terlihat seminggu setelah inisiasi yaitu kontaminasi oleh jamur, bakteri dan campuran. Kontaminasi pada perlakuan kontrol terlihat jamur pada media MS dengan perlakuan sterilisasi menggunakan bahan kimia HgCl2. Kontaminasi oleh jamur terlihat pada permukaan eksplan dan permukaan media begitupun dengan kontaminasi campuran jamur telihat pada permukaan eksplan sedangkan bakteri terlihat pada media dengan adanya gelembung-gelembung dan lendir. Selain terjadinya kontaminasi, tingkat kematian eksplan juga di dominasi oleh gosong dan keringnya eksplan. Hal ini di sebabkan karena matinya jaringan tumbuh eksplan karena waktu sterilisasi yang over, dari 60 sample eksplan, sekitar 21 eksplan yang gosong dan kering atau sekitar 35%. Kontaminasi yang terjadi pada perlakuan kontrol dari 15 eksplan kontrol sebesar 40 % dan yang hangus dan kering sebesar 33%. Tingkat kontamianasi dari 4 perlakuan jenis sterilisasi semuanya tinggi baik itu kontrol maupun yang menggunakan perlakuan HgCl2 dan alkohol 70%.
Tingkat kontaminasi hingga mencapai 23% dan yang steril berkisar antara 42%. Dari hasil pengamatan perlakuan yang paling banyak steril adalah perlakuan media BAP 5 ppm dan klon yang paling banyak berhasil adalah klon A dan E.
4.2.9. Percobaan dan Pengamatan Jenis Media Surian(Toona sinensis Merr.)
Tabel 3. menunjukkan secara ringkas hasil percobaan dan pengamatan jenis media MS dengan penambahan hormon 1 ppm BAP dengan berbagai perlakuan kontrol (tanpa BAP) , 1 ppm, 3 ppm, 5 ppm dan NAA 0,01 ppm sebanyak, dengan menggunakan eksplan pucuk tunas dan meristem aksiler. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa respon tumbuh yang paling bagus yaitu pada media BAP 5 ppm yang menggunakan komposisi media MS lengkap dengan vitamin lengkap dan zat pengatur tumbuh. pada minggu pertama 90%, mingggu kedua 70 %, minggu ketiga 70 % dan minggu keempat 60 % dan minggu ke lina 60% dengan warna media putih.
Tabel 3. Rekapitulasi hasil percobaan dan pengamatan jenis media pada perbanyakan tanaman Surian (Toona Sinensis Merr.) secara in Vitro




No Perlakuan Parameter pengamatan
Respon tumbuh Warna daun
M1 M2 M3 M4 M5 M1 M2 M3 M4 M5
1 BAP 0 ml/l 80% 50% 33% 33% 26% Putih Putih Putih Putih Putih
2 BAP 1 ml/l 70% 40% 33% 33% 26% Putih Putih Putih Putih Putih
3 BAP 3ml/l 70% 40% 40% 40% 40% Putih Putih Putih Putih Putih
4 BAP 5ml/l 90% 70% 70 60% 60% Putih Putih Putih Putih Putih


Keterangan
M1 = Umur eksplan minggu ke-1
M2 = Umur eksplan minggu ke-2
M3 = Umur eksplan minggu ke-3
M4 = Umur eksplan minggu ke-4
M5= Umur eksplan mingu ke-5
Persentase (%) rata-rata dihitung terhadap jumlah total eksplan yang dikultur (15eksplan/ jenis perlakuan,masing-masing klon terdiri dari 3 x ulangan tiap perlakuan )

4.2.10. Percobaan dan Pengamatan Jenis Eksplan Surian (Toona sinensis Merr.)
Tabel 4. menunjukkan secara ringkas hasil percobaan dan pengamatan jenis eksplan tunas pucuk dan meristem aksiler pada media MS dengan penambahan hormon BAP dan NAA 0,01 ppm. Dengan ;perlakuan pemberian hormon BAP yang berbeda-beda. Yaitu tanpa BAP (media kontrol), 1 ppm, 3 ppm, dan 5 ppm. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa respon tumbuh yang paling bagus yaitu eksplan yang berasal dari klon A yaitu Bengkulu 1 yang menggunakan komposisi media MS lengkap dengan penambahan hormon BAP 5ml/l.
Tabel 4. Rekapitulasi hasil percobaan dan pengamatan jenis eksplan pada perbanyakan tanaman bambu (Toona sinensis) secara in-vitro
No Perlakuan Parameter pengamatan
Respon tumbuh Warna daun
M1 M2 M3 M4 M5 M1 M2 M3 M4 M5
1 Eksplan klon A 26% 53% 53% 60% 60% Hijau Hijau Hijau Hijau Hijau
2 Eksplan klon B 20% 40% 33% 33% 26% Hijau Hijau Hijau Hijau Hijau
3 Eksplan klon C 20% 40% 33% 33% 26% Hijau Hijau Hijau Hijau Hijau
4 Eksplan klon D 20% 40% 33% 33% 26% Hijau Hijau Hijau Hijau Hijau
5 Eksplan klon E 26% 40% 40% 40% 35% Hijau Hijau Hijau Hijau Hijau

Keterangan
M1 = Umur eksplan minggu ke-1
M2 = Umur eksplan minggu ke-2
M3 = Umur eksplan minggu ke-3
M4 = Umur eksplan minggu ke-4
M5= Umur eksplan mingu ke-5
Persentase (%) rata-rata dihitung terhadap jumlah total eksplan yang dikultur (15 eksplan/ jenis perlakuan,masing-masing klon terdiri dari 3x ulangan)



























Gambar 9 : hasil perbanyakan eksplan klon A dari awal tanam samapai minggu ke 5


4.3. Pembahasan
4.3.1. Penyusunan Perencanaan Kegiatan Produksi Surian (Toona sinensis Merr.)
Pelaksanakan kegiatan produksi Perbanyakan Tanaman Surian (Toona sinensis Merr.) secara in-vitro di Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, mahasiswa harus membuat proposal perencanaan produksi. Penyusunan perencanaan kegiatan produksi dibuat sebelum melakukan kegiatan produksi yang dimulai dari penetapan judul produksi.
Penyusunan perencanaan kegiatan produksi yaitu kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa Program Pendidikan Diploma 4 Agribisnis Pertanian Manajemen Agroindustri kerjasama antar PPPPTK Pertanian Cianjur dengan Politeknik Negeri Jember di Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta merupakan salah satu persyaratan penyelesaian Praktik Kerja Lapang yang sekaligus sebagai Satuan Kredit Semester (SKS). Perencanaan kegiatan produksi terdiri dari 8 SKS dan merupakan suatu pedoman bagi mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan produksi yaitu produksi Perbanyakan Tanaman Surian (Toona sinensis Merr. ) secara in vitro. Penyusunan kegiatan produksi dimulai dari kegiatan penetapan judul produksi. Judul produksi yang dilaksanakan selama melaksanakan PKL di Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta adalah produksi Perbanyakan Tanaman Surian (Toona sinensis Merr. ) secara in- vitro.
Penyusunan perencanaan kegiatan produksi didukung dengan sarana yang lengkap dan pengalaman menyusun perencanaan produksi di Balai Penelitian Tanaman Hias sehingga penyusunan perencanaan kegiatan produksi dilaksanakan selama 3 hari. Meskipun begitu dalam penyusunan perencanaan kegiatan produksi masih terdapat kesalahan yaitu kekurangan huruf dalam suatu kata dalam proses pengetikan komputer. Kesalahan pengetikan komputer disebabkan karena terlalu cepat dalam mengetik dan kurang teliti dalam melakukan pengeditan akhir. Penyusunan kegiatan produksi yang paling membutuhkan pemikiran yang luas yaitu dalam penyusunan jadwal kegiatan produksi. Hal itu disebabkan karena penulis belum mengetahui keadaan dan kegiatan yang dilakukan di Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta tapi hal itu tidak menjadi suatu permasalahan bagi pembimbing karena jadwal tersebut hanya dijadikan pedoman dalam melaksanakan produksi, meskipun pada kenyataannya mengikuti kegiatan yang dilakukan di Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta. Perencanaan kegiatan produksi belum disahkan oleh pembimbing dari Politeknik Vedca karena jarak antara Yogyakarta-Cianjur sangat jauh sehingga perencanaan kegiatan produksi disahkan oleh pembimbing dari Politeknik Vedca pada saat ada libur atau pulang ke Cianjur.
4.3.2. Pembuatan dan Sterilisasi Media Surian(Toona sinensis Merr.)
Kesuksesan dalam kultur jaringan salah satu faktor utamanya adalah media kultur. Teknik kultur jaringan menekankan lingkungan tumbuh yang cocok agar eksplan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan. Lingkungan yang cocok sebagian akan terpenuhi apabila media dipilih mempertimbangkan kebutuhan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman (Santoso dan Rustandi, 2001). Media kultur jaringan juga membutuhkan unsur hara seperti yang dibutuhkan oleh tanaman seperti unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan mikro (Fe, Cu, Mn, Zn, B, Mo, dan Co). Selain itu juga penambahan vitamin, asam amino, dan zat pengatur tumbuh sangat baik. Media dasar yang digunakan untuk inisiasi Surian yaitu komposisi media Ms dengan penambahan hormon ZPT BAP (tanpa BAP, 1 ppm, 3 ppm, dan 5 ppm). Zat pengatur tumbuh ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan dan organ. Interaksi dan perimbangan antara zat pengatur tumbuh yang diberikan dalam media dan yang diproduksi secara endogen menentukan arah perkembangan suatu kultur (Gunawan, 1992).
Pembuatan media tanam dapat dilakukan dengan menimbang setiap komponen media yang akan dibuat tetapi hal itu kurang praktis apalagi menimbang bahan yang sangat sedikit sehingga perlu dibuat larutan stok. Larutan stok yang dibuat berupa unsur hara makro, mikro, vitamin dan ZPT. Pembuatan larutan stok dalam pembuatan media tanam memiliki banyak keuntungan yaitu lebih praktis, mengefisienkan waktu, cepat dan tidak mengurangi ketepatan penimbangan (Hendaryono dan Wijayani, 2006). Penambahan gula dalam kultur jaringan pada media juga sangat penting dengan gula yang digunakan pada kultur Surian yaitu sukrosa. Gula digunakan sebagai sumber energi dalam media kultur karena umumnya bagian tanaman atau eksplan yang dikulturkan tidak autotrof dan mempunyai laju fotosintesis rendah (Yusnita, 2004). Gautheret (1945) dalam Gunawan (1992) menambahkan bahwa sukrosa adalah yang paling baik lalu glukosa, maltosa, dan rafinosa. Kultur kalus dan pucuk, konsentrasi gula antara 2 - 4% merupakan konsentrasi yang optimum (Gunawan, 1992). Demikian juga kegiatan inisiasi Surian menggunakan 30 gram/liter untuk media MS .
Pembuatan media kultur Surain menggunakan bahan pemadat agar-agar sebanyak 12 gram. Agar-agar adalah campuran polisakarida yang diperoleh dari beberapa sppesies algae. Hasil analisa unsur, diperoleh data bahwa agar-agar mengandung sedikit unsur Ca, Mg, K, dan Na (Debergh, 1982 dalam Gunawan, 1992). Agar-agar umumnya dapat membentuk gel pada suhu 40 - 45°C dengan titik cair 80 - 100°C. Keuntungan dari pemakaian agar-agar adalah agar-agar membeku pada suhu 45°C dan mencair pada suhu 100° sehingga dalam kisaran suhu kultur agar-agar akan berada dalam keadaan beku yang stabil, tidak dicerna oleh enzim tanaman dan tidak bereaksi dengan persenyawaan-persenyawaan penyusun media.
Faktor penting lain dalam pembuatan media Surian yang juga perlu mendapat perhatian yaitu pH. pH adalah nilai yang menyatakan derajat keasaman atau kebasaan dari larutan dalam air. pH yang dibutukan untuk pertumbuhan kultur tanaman Surian yaitu 5,6 – 5,8. Sel-sel tanaman yang dikembangkan dengan teknik kultur jaringan mempunyai tolerasi pH relatif sempit dengan titik optimal antara pH 5,0 dan 6,0 (Hendaryono dan Wijayani, 2006). Menurut Gamborg dan Shyluk (1981) dalam Gunawan (1992) sel-sel tanaman membutuhkan pH sedikit asam berkisar antara 5,5 – 5,8. pH media seringkali setelah disterilisasi dalam autoklaf pH-nya berubah maka ntuk mencapai pH 5,7 – 5,9 Mann dan groupnya dalam Gunawan (1992) membuat pH 7.0 dalam media yang belum disterilkan. pH yang kurang dari 5.5 akan menyebabkan media menjadi encer sedangkan pH yang lebih dari 5,8 akan membuat media menjadi padat keras sehingga tidak bisa digunakan dan akan menyebabkan media pecah.
Media yang telah selesai dibuat selanjutnya disterilisasi melalui pemanasan dalam autoklaf pada suhu 121oC, tekanan 17.5 Psi/ 1.5 kg/cm2 selama 20 menit. Pemanasan di dalam autoklaf pada suhu 121oC menyebabkan bakteri dan mikroba mati. Uap air yang berada pada bejana tertutup rapat sehingga tekanan di dalam autoklaf naik melebihi tekanan normal. Kenaikan tekanan uap ini akan menyebabkan air mendidih di atas 100oC. Oleh karena itu tekanan harus diatur sampai mencapai 1.5 kg/cm2, pada tekanan tersebut mikroba akan mati (Hendaryono dan Wijayani, 2006).









Gambar 10 : kegiatan pembuatan media , a) alat dan bahan, b) peracikan media, c) penghomogengan , d) pengukuran PH , e) pemasakan media, f) sterilisasi media

4.3.3. Penyiapan Eksplan Surian (Toona sinensis Merr.)
Eksplan adalah bahan tanam yang dikulturkan dan dalam perbanyakan dengan kultur jaringan, eksplan merupakan faktor penting penentu keberhasilan. Oleh karena itu dalam penyiapan eksplan ini harus diperhatikan umur fisiologis, umur ontogenetik, ukuran eksplan serta bagian tanaman yang digunakan (Yusnita, 2004). Menurut Wetherell (1982) kesesuaian suatu bagian tanaman untuk dijadikan eksplan dipengaruhi oleh banyak faktor. Tanaman yang memiliki hubungan kekerabatan dekat pun belum tentu menunjukkan respon yang sama meskipun demikian ada tiga hal penting yang berpengaruh terhadap respon in-vitro tersebut yaitu kemampuan regenerasi yang kuat, tingkat fisiologi dan kesehatan dari tanaman donor.
Bahan tanam sumber eksplan yang digunakan untuk perbanyakan tanaman Surian (Toona sinensis Merr.) secara in-vitro yaitu harus berasal dari tanaman surain yang jelas jenis, spesies dan varietasnya serta harus sehat dan bebas dari hama dan penyakit. Sugito (2007) menambahkan bahwa tanaman yang akan dijadikan sumber eksplan harus mempunyai nilai ekonomis tinggi, produksinya disukai pasar, tanamannya sehat, tumbuh baik dan normal. Permasalahan yang sering di hadapi dalam perbanyakan tanaman keras atau tanaman tahunan biasanya dalam penyediaan eksplan, karena tanaman kayu atau tanaman keras banyak mempunyai jaringan yang tua, meskipun di beberapa bagian ada pula yang masih bersifat meristematis. Eksplan yang digunakan umumnya adalah tunas pucuk yang memiliki jaringan yang masih muda dan mengandung hormon endogen, yang sedang tumbuh aktif karena mengandung lebih sedikit sumber kontaminan dan masih aktif beregenerasi. Penyiapan eksplan Surian dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penyiapan eksplan dari biji dan dengan metode stek.
Eksplan tunas pucuk yaitu diambil dari tanaman Surian yang mempunyai meristem aksiler yang dipotong 3 cm perbuku, 1 cm dari buku ke atas dan 2 cm dari buku ke bawah dan mempunyai diameter 0,5 cm. Eksplan tunas pucuk Surian yang berasal dari lapangan diambil yang masih muda. Jaringan tanaman yang masih muda mempunyai daya regenerasi lebih tinggi, sel-selnya masih aktif membelah diri, dan relatif lebih bersih (mengandung sedikit kontaminan). Ukuran eksplan yang besar beresiko kontaminasi lebih tinggi dibandingkan dengan yang berukuran kecil sehingga eksplan yang berukuran kecil sangat baik untuk digunakan karena kemungkingan terkontaminasi jauh lebih kecil (Yusnita, 2004).
Eksplan yang berasal dari biji merupakan eksplan yang diperoleh dari rendaman GA3 (gibberelin) pada media pasir steril dan arang atau dengan metode stek yang di tanam pada media pasir yang telah di sterilkan dengan perendaman air panas selama semalam.
Bahan-bahan vegetatif yang secara fisiologis bersifat juvenil (dapat membentuk organ baru) sehingga dapat diperbanyak secara vegetatif, karena sifat juvenil lebih memungkinkan tanaman untuk berakar. Sifat ini umumnya terdapat pada tunas muda yang tumbuh pada tanaman. Pasir yang digunakan sebagai media merupakan media yang steril karena sudah disterilisasi melalui proses perendemen dengan air panas mendidih 100 derajat celcius, sehingga mikroorganisme yang akan menjadikan media kontaminasi mati. Selain media yang harus steril bahan tanam/eksplan Surian yang digunakan harus dalam keadaan steril. Sterlisasi bahan tanam menggunakan detergen dan fungisida. Batang Surian yang kotor dan masih menempel dapat dibersihkan dengan detergen serta dengan pembilasan air mengalir. Begitupun dengan larutan fungisida yang digunakan untuk mencegah terjadinya kontaminasi oleh fungi (jamur).
4.3.4. Sterilisasi Eksplan dan Inisiasi Surian (Toona sinensis Merr.)
Eksplan merupakan sumber kontaminasi kultur selain komponen media, faktor manusia, dan lingkungan. Oleh karena itu eksplan harus dibersihkan dari kotoran terluar dan disterilisasi sebelum ditanam secara aseptik dalam media yang steril (Yusnita, 2004). Wetherell (1982) mengungkapkan hal yang sama yaitu sebelum eksplan dipindahkan ke dalam kultur terlebih dahulu semua mikroorganisme harus dibasmi (disterilsasi).

Prosedur sterilisasi eksplan Surian terdiri dari dua bagian yaitu sterilisasi di luar laminar dan sterilisasi di dalam laminar. Bahan untuk sterilisasi eksplan di luar laminar yaitu detergen, dan fungisida, sedangkan bahan untuk sterilisasi eksplan di dalam laminar yaitu alkohol 70%, dan subllimat. Menurut Wetherell (1982) karena lapisan luar tanaman biasanya berlapisan lilin maka larutan disinfektan perlu ditambah detergen, untuk mempermudah penetrasi disinfektan dan mencegah terbentuknya gelembung-gelembung udara yang menutupi permukaan jaringan. Detergen yang digunakan dalam sterilisasi Surian adalah detergen Sunligh, Fungsida juga digunakan sebagai bahan untuk sterilisasi eksplan yaitu agar fungi (jamur) yang berada pada eksplan mati dan bebas dari mikroorganisme.



Gambar 11 : a) sterilisasi denga sunligh , b) sterilisasi dengan fungisida
Kegiatan sterilisasi di dalam laminar harus dilakukan dalam kondisi yang aseptik sehingga laminar sebelum digunakan harus dibersikan dahulu menggunakan alkohol 70%, menggunakan jas lab dan alat-alat harus dalam keadaan steril. Bahan kimia yang digunakan dalam sterilisasi ini yaitu larutan sublimat 0,15 % selama 15 menit kemudian alkohol 70% selama 1 - 3 menit. Bahan ini merupakan bahan yang sudah sering dan umum digunakan untuk sterilisasi eksplan. Menurut Gunawan (1992) untuk sterilisasi dapat digunakan klorok atau bayclin dengan konsentrasi 5 – 10% dengan waktu antara 5 – 10 menit. Konsentrasi klorok untuk sterilisasi tergantung dari kelunakan eksplan. Penggunaan alkohol yaitu 70 % karena pada konsentarasi itu jamur akan mati.
Inisiasi Surian merupakan tahap penanaman eksplan yang sudah disterilisasi kemudian ditanamkan dalam media Surian yang telah di siapkan terlebih dahulu. Kegiatan ini alat-alat harus dalam keadaan steril yang sebelumnya disterilisasi dalam autoklaf agar bakteri, jamur dan mikroorganisme yang akan menyebabkan kultur terkontaminasi mati. Kegiatan ini dilakukan di dalam meja kerja steril laminar air flow cabinet yang menghembuskan udara steril yang dihembuskan dari blower melalui suatu filter. Meja kerja steril ini juga harus disterilisasi dengan alkohol 70 % sebelum digunakan. Alat-alat seperti pinset, skalpel dan mata pisau harus dibakar pada lampu bunsen yang sebelumnya dicelupkan dahulu pada alkohol 95% sebelum dan sesudah digunakan. Eksplan Surian yang sudah disterilisasi kemudian ditanamkan dalam media MS dengan penambahan hormon BAP, dan NAA 0,01 ppm, dengan berbagai perlakuan hormon BAP (media kontrol, 1 ppm, 3ppm dan 5 ppm). Masing- masing eksplan yang terdiri dari 5 klon di tanam pada media tersebut masing-masing tiap media 3 ulangan pada1 perlakuan jenis media untuk masing-masing klon. Setiap media diisi dengan 1 (satu) eksplan kemudian disimpan di ruang inkubasi terang 1000 lux dengan lama penyinaran 16 jam pada suhu 28oC dan kelembaban 70 %. Menurut Gunawan (1992) intensitas cahaya yang baik adalah 100 – 400 ft-c (1000 - 4000 lux), dan lama penyinaran 14 – 16 jam dari banyak penelitian memberikan hasil yang baik. Begitupun dengan suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman dalam in vitro yaitu antara 25 – 28oC.

Gambar 12 : bahan sterilisasi eksplan Surian
4.3.5. Multiplikasi Surian (Toona sinensis Merr.)
Multiplikasi merupakan tahap perbanyakan untuk menggandakan propagul atau bahan tanaman seperti tunas, atau embrio serta memeliharanya dalam keadaan tertentu sehingga sewaktu-waktu bisa dilanjutkan untuk tahap berikutnya (Yusnita, 2004). Kegiatan multiplikasi dilaksanakan dalam kondisi yang steril, maka ruangan tempat kerja harus disterilisasi menggunakan alkohol 70% agar bakteri atau jamur yang menempel pada meja kerja mati. Selain itu, alat-alat yang digunakan seperti dissecting set, petiridis harus dalam keadaan steril yaitu sebelum digunakan disterilisasi di dalam autoklaf. Alat dan bahan serta tangan dari pekerja harus disemprot terlebih dahulu menggunakan alkohol 70 %. Hal ini dimaksudkan supaya tidak terjadinya kontaminasi yang disebabkan oleh bakteri atau jamur serta bahan mikroorganisme lain.

Multiplikasi dapat dilakukan dengan melihat dari beberapa komponen yaitu media sudah menipis sehingga unsur haranya sudah habis, pertumbuhan sudah memenuhi botol dan sesuai kebutuhan.. Multiplikasi yang dilakukan untuk surencara dengan cara pemotongan ruas-ruas dari tunas-tunas yang muncul kemudian ditanamkan pada media multiplikasi Surian1 propagul/tabung. Multiplikasi dapat dilakukan secara berulang-ulang sampai dicapai jumlah propagul yang diharapkan tanpa mengorbankan kualitas tunas.

Gambar 13 :eksplan siap Multifikasi

Menurut Yusita (2004) multiplikasi yang terlalu banyak dapat menurunkan mutu tunas seperti terjadinya vitrifikasi (suatu gejala ketidaknormalan fisiologis) dan aberasi (penyimpangan genetik). Keadaan ini terjadi karena semakin besar multiplikasi dilakukan berarti semakin sering tanaman dikondisikan dalam media yang mengandung sitokinin, sehingga daya regenerasi meningkat.
4.3.6. Pengakaran Surian (Toona Sinensis Merr.)
Pembentukan akar merupakan salah satu tahap yang sangat penting dalam pembiakan mikro, cara pengakaran tunas dan kualitas tunas yang diakarkan berpengaruh terhadap kecepatan berakar dan keberhasilan aklimatisasi planlet, pengakaran tunas dapat di lakukan secara in-vitro atau ex-vitro.

Pengakaran tunas in- vitro, tunas yang cukup panjang (4 cm atau lebih) di rangsang untuk berakar ketika masih di dalam botol kultur. Biasanya ada dua cara untuk merangsang pengakaran tunas secara in-vitro. Pertama menggunakan auksin berkonsentrasi rendah dalam waktu cukup lama (3-4minggu). Kedua, menggunakan auksin berkonsentrasi lebih tinggi dalam waktu 5-7 hari, lalu tunas di pindahkan ke media tanpa ZPT untuk perkembangan akar.

Pada pengakaran tunas secara ex-vitro. Tunas diarahkan untuk membentuk akar setelah berada dalam media aklimatisasi yang berupa campuran tanah, pasir, kompos atau pasir kompos. Untuk itu, bisa di gunakan bubuk pengakaran seperti Rootena F yang mengandung auksin IBA, larutan NAA atau IBA, yang cukup pekat. (yusnita, 2004).

Pengakaran tanaman Surian secara in-vitro, supaya terjadi pertumbuhan akar maka komposisi hormon sitokoinin dalam media harus di kurangi atau di hilangkan sama sekali, sedangkan auksin justru penting dalam inisiator pertumbuhan akar. Apabila pucuk tanaman tumbuh dengan baik,maka produksi auksin secara alamiah akan cukup banyak, sehingga akar dapat tumbuh dalam media tanpa penambahan hormon. Tetapi untuk menumbuhkan akar di tambahkan hormon auksin di dalam media. Kadar auksin yang di tumbuhkan bervariasi, tetapi harus di pilih kadar yang paling rendah, karena kelebihan auksin dapat menghambat pertumbuhan panjang akar, pemberian auksin dapat di tambahkan dalam media atau dengan cara mencelupkannya ke dalam larutan steril auksin (wetherell,1982).

Pengakaran tanaman Surian secara in-vitro menggunakan media ½ MS dengan penambahan BAP dengan berbagai perlakuan (media kontrol, 1 ppm, 3 ppm dan 5 ppm dan NAA 0,1 ml/l. Sedangkan pengakaran tanaman secara ex-vitro, dengan metode micro grafting dengan menggunakan media pasir yang telah di sterilkan selama semalam.
4.3.7. Aklimatisasi Surian (Toona Sinensis Merr.)
Kendala utama yang umum dijumpai dalam kultur jaringan khususnya pada tanaman kehutanan adalah bagaimana memindahkan planlet (calon tanaman) dari lingkungan laboratorium ke lapangan (lingkungan eksternal). Aklimatisasi adalah proses pengkondisian planlet atau tunas mikro (jika pengakaran dilakukan secara ex-vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar botol, dengan media tanah, atau pakis (anggrek) sehingga planlet dapat bertahan dan terus menjadi bibit yang siap ditanam di lapangan. Prosedur pembiakan dengan kultur jaringan baru bisa dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan yang tinggi. Aklimatisasi bertujuan untuk mempersiapkan planlet agar siap ditanam di lapangan. Tahap aklimatisasi mutlak dilakukan pada tanaman hasil perbanyakan secara in-vitro karena planlet akan mengalami perubahan fisiologis yang disebabkan oleh faktor lingkungan. Hal ini bisa dipahami karena pembiakan in- vitro (dalam botol) semua faktor lingkungan terkontrol sedangkan di lapangan faktor lingkungan sulit terkontrol (Herawan, 2006; Yusnita, 2004).
Pada umumnya teknik aklimatisasi Surian sama prinsipnya seperti tanaman hutan yang lain. Proses aklimatisasi pada Surian harus dilaksanakan dengan hati-hati, terutama dalam mengeluarkan planlet dari botol. Planlet dikeluarkan dari dalam botol dapat digunakan pinset sebagai alat bantu dengan cara hati-hati sehingga akar dari planlet tidak putus. Pada tanaman Surian ini pengakaran dilakukan secara in- vitro di dalam botol yaitu pada saat masih di laboratorium. Proses aklimatisasi yang dilakukan pada tanaman Surian dengan cara membersihkan media yang berada pada planlet. Hal itu dimaksudkan untuk menghindari pertumbuhan jamur pada planlet. Hal itu diungkapkan oleh Marlina dan Rustandi (2007) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa proses aklimatisasi dengan perendaman planlet dalam benomil 1% dan penutupan planlet dengan plastik transparan pada 30 hari pertama sangat berpengaruh terhadap kemampuan beradaptasi.
Herawan (2006) menambahkan bahwa daun planlet yang ditumbuhkan secara in vitro memiliki sel-sel palisade yang masih kecil dan jumlahnya belum banyak, klorofil yang terbentukpun masih sedikit, sehingga tidak mampu menggunakan cahaya yang terlalu tinggi yang akan berpengaruh buruk terhadap sel-sel tumbuhan tersebut. Selain itu, tanaman hasil perbanyakan secara in-vitro belum mampu menyerap air terlalu banyak ke daun sehingga intensitas cahaya terlalu tinggi akan menyebabkan terjadinya kenaikan temperatur daun. Kenaikan temperatur daun akan meningkatkan transpirasi yang jika tidak diimbangi dengan penyerapan air yang cukup mengakibatkan kandungan air dalam sel berkurang. Hal itu mengakibatkan sel-sel penutup kehilangan turgornya dan stomata akan menutup yang akan menyebabkan turunnya fotosintesis sehingga pertumbuhan terhambat lalu akan mati.
Media untuk aklimatisasi Surian adalah media campuran tanah top soil, kompos, pasir, dan arang sekam padi dengan perbandingan 3 : 1 : 1 : 1. Salah satu ciri media tanam yang baik adalah media tanam yang memiliki struktur gembur sehingga akar tanaman dapat tumbuh dengan baik, karena akar dari tanaman hutan bukan berbentuk akar serabut seperti tanaman hias tetapi memiliki akar tunggang sehingga media tanam yang baik harus mampu menumbuhkan akar dengan baik. Pertumbuhan akar akan sempurna apabila didukung oleh aerasi dan drainase media tanam yang baik, sirkulasi dan ketersediaan udara yang memadai sangat dibutuhkan oleh sel-sel akar untuk bernapas. Kekurangan oksigen akan menyebabkan kematian akar (Anonim, 1986 dalam Herawan, 2006). Tanah yang digunakan yaitu tanah yang top soil (tanah bagian teratas) karena top soil mempunyai struktur tanah yang gembur yang di dalamnya terdapat pori-pori yang dapat diisi oleh air tanah dan udara yang sangat penting bagi pertumbuhan akar (Lingga, 1993 dalam Herawan, 2006). Media kompos digunakan sebagai media aklimatisasi karena dapat mempengaruhi kesuburan tanah terutama pada sifat fisik tanah dengan cara memperbaiki struktur, tekstur dan peningkatan porisitas tanah. Selain itu kompos juga mampu menyediakan unsur hara seperti N, P, K, Mg, Fe, Mn, S dan Cu sehingga memperbaiki sifat kimia tanah (Suryadi, 1989 dalam Herawan, 2006).
Media pasir digunakan karena media tersebut cukup baik untuk dipakai sebagai media pertumbuhan akar karena sifatnya mudah basah dan cepat kering. Pasir itu perlu dicampur dengan arang sekam untuk meningkatkan daya ikat air maka. Arang sekam sifatnya tidak mudah lapuk, tidak mudah ditumbuhi jamur, dapat menyimpan dan menghantar air dengan baik. Penggunaan arang sekam bagi tanaman selain menjadikan tanaman menjadi lebih steril atau tahan terhadap penyakit juga memiliki daya cengkram/serap air yang baik (Darmawijaya, 1990 dalam Herawan, 2006). Marlina dan Rustandi (2007) menambahkan bahwa media arang sekam sangat bagus digunakan menunjukan jumlah daun terbanyak dan pertambahan tinggi bagi tanaman serta panjang dan lebar daun. Hal ini disebabkan karena arang sekam mempunyai sifat ringan (berat jenis 0.2 kg/l), banyak pori-porinya, kapasitas menahan air tinggi dan berwarna hitam sehingga dapat menyerap sinar matahari dengan efektif.

Gambar 14 : Planlet siap Aklimatisasi dan Penyungkupan
tanaman Aklimatisasi
4.3.8. Percobaan dan Pengamatan Sterilisasi Eksplan Surian (Toona sinensis)
Kontaminasi setiap perlakuan pada percobaan sterilisasi eksplan Surian mulai terlihat seminggu setelah inisiasi yaitu kontaminasi oleh jamur, bakteri dan eksplan gosong dan pada akhir-akhi pengamatan bahkan ada beberapa eksplan yang belum respon dan kering di dalm media. Kontaminasi oleh jamur terlihat pada permukaan eksplan dan permukaan media begitupun dengan kontaminasi campuran jamur terlihat pada permukaan eksplan sedangkan bakteri terlihat pada media dengan adanya gelembung-gelembung dan lendir (Nisa dan Rodinah, 2005). Tingkat kontamianasi dari 4 perlakuan media dengn sterilisasi ekspln menggunakan HgCl2 dan larutan alkohol 70 % hanya berkisar 20 %,sedangkan tingkat kegosongan eksplan 40% dan yang steril berkisar antara 40 %. Tingginya tingkat kegosongan eksplan ini di pengaruhi oleh terlalu lamanya proses sterilisasai dengan menggunakan bahan kimia HgCl2 dan alkohol, waktu sterilissai yang terlalu lama melewati batas waktu yang teah di tentukan yang seharusnya sterilisasi dengan HgCl2 hanya 15 menit pada waktu di sterilisasi selama 20 menit dan sterilisasi dengan alkohol yang seharusnya hanya 3-5 menit sedangkan pada waktu sterilisasilebih dari 5 menit, sehingga jarinagn tumbuh eksplan mati, karena terlalu panas.

Gambar 15:Kontaminsi pada percobaan dan pengamatan sterilisasi
eksplan Surian (Toona sinensis) a. kontaminasi jamur pada permukaan media, b, kontaminasi bakteri, c. kontaminasi jamur pada eksplan ,d. Eksplan gosong


Kontaminasi merupakan salah satu faktor penyebab kegagalan dalam teknik kultur in-vitro yaitu munculnya mikroorganisme seperti jamur atau bakteri pada permukaan eksplan atau pada media. Kontaminasi yang disebabkan oleh jamur ditandai dengan munculnya benang-benang yang berwarna putih, yang merupakan miselium jamur. Jamur dapat menginfeksi jaringan secara sistemik (secara umum tersebar di seluruh organ) sehingga lama kelamaan dapat menyebabkan jaringan eksplan akan mati. Sedangkan kontaminasi yang disebabkan oleh bakteri munculnya bercak-bercak putih dan pada medium terlihat agak berlendir dan bergelembung.
Menurut Yusnita (2004) kontaminasi yang disebabkan oleh mikroorganisme endofitik (mikroorganisme yang hidup di dalam sel atau ruang antar sel tanaman) yang sering merupakan biota dari tanaman sumber eksplan, sulit diatasi dengan sterilisasi permukaan. Sedangkan eksplan gosong di tandai dengan hangusnya eksplan dan eksplan terlihat lunak, eksplan yang gosong tidak dapat lagi mengeluarkan tunas di sebabkan karena jaringantiumbuhnya tidak berfungsi lagi, selain itu adapula eksplan yang kering dan nampak sangat kriput, eksplan yang kering ini tidak dapat lagi menyerap unsur hara yang terdapat pada media sehingga tidak dapat mengeluarkan tunas baru.
Percobaan dan pengamatan sterilisasi eksplan Surian tingkat kontaminasi masih tinggi dari setiap perlakuan masih tinggi yaitu kontaminasai oleh bakteri dan jamur meskipun sudah memakai perlakuan sterilisasi HgCl2 dan alkohol 70% tidak memberikan pengaruh yang baik pada eksplan tersebut bahkan dapat engakibatkan eksplan gosong sebagaimana yang terjadi pada penanaman tersebut yang sebagian besar kematian eksplan di dominasi oleh hangusnya eksplan yaitu berkisar antara 30 %, hal tersebut kemungkinan disebabkan karena konsentrasi dan lamanya waktu yang di gunakan melewati batas waktu yang telah di tetaplkan untuk proses sterilisasi yaitu untuk HgCl2, 0.15 mg/l dan alkohol 70%, dengan lamanya waktu perendaman 15 menit dan 3-5 menit, selain itu kontaminasi pada kultur juga disebabkan oleh sterlisasi ruangan.

Menurut Sunarjono (2002) ruangan yang sudah steril dapat saja berubah menjadi tidak setril pada saat musim hujan, sehingga dapat membawa masuknya bakteri dan jamur dari luar serta dapat meningkatkan kelembaban yang akan mempercepat perkembangan mikroorganisme. Selain hal itu penyebab terjadinya kontaminasi disebabkan karena eksplan yang digunakan berasal dari lapangan langsung bukan eksplan yang berasal dari teknik rejuvenasi yang dipelihara dan dirawat di green house dalam keadaan sehat dan steril. Media yang digunakan juga berpengaruh terhadap kontaminasi tersebut. Media yang digunakan yaitu media MS merupakan media yang kaya unsur hara. Santoso dan Nursandi (2002) mengemukakan bahwa semakin sederhana komponen media maka semakin rendah kemungkinan terjadinya kontaminasi..
Herawan dan Hendrarti (1996) dalam Rezkita (2007) menambahkan bahwa tingkat kontaminasi juga berasal dari eksplan baik intenal maupun eksternal, air yang digunakan, botol-botol kultur atau alat-alat yang kurang steril, spora-spora yang terdapat dalam ruang kultur dan kecerobohan dalam pelaksanaan. Yunita (2004) menyebutkan bahwa untuk mengatasi masalah kontaminasi yang peristen dapat dilakukan cara-cara pencucian ulang dengan sodium hopoklorit dengan konsentrasi rendah, seperti pemutih pakaian 5%, penggunaan media yang mengandung antibiotik, penggunaan eksplan berukuran sekecil mungkin seperti meristem dengan beberapa primordia daun dan pemotongan bagian teratas eksplan yang telah tumbuh
4.3.9. Percobaan dan Pengamatan Jenis Media Surian (Toona sinensis)
Hasil percobaan dan pengamatan jenis media Surian dapat dilihat bahwa respon tumbuh yang paling bagus yaitu pada media MS dengan perlakuan hormon BAP 5 ppm yang menggunakan komposisi media MS lengkap dengan vitamin lengkap dan zat pengatur tumbuh BAP, NAA ,kinetin, dan pvp, dengan eksplan yang berasal dari klon A yaitu eksplan Bengkulu 1 yang pada pengamatan terakhir yaitu pada minggu kelima, sekitar 60% eksplan dari semua perlakuan media dapat tumbuh dengan baik dengan warna eksplan hijau segar.

Percobaan dan pengamatan jenis media respon tumbuh yang terjadi bukan membentuk tunas seperti pada inisiasi kultur yang lain tetapi dilihat dari warna eksplan.

Gambar 15 . Respon eksplan pada media MS Perlakuan 5ml/l BAP, a. Eksplan baru respon Umur 10 hari, b. Eksplan umur 3 minggu
4.3.10. Jenis Eksplan Surian (Toona sinensis Merr.)
Hasil percobaan dan pengamatan jenis eksplan Surian dapat dilihat bahwa respon tumbuh yang paling bagus yaitu eksplan yang berasal dari klon A yaitu bengkulu 1, baik pada media dengan perlakuan hormon tanpa BAP (media kontrol) maupun pada media perlakuan hormon BAP 1 ppm, 3 ppm, dan 5 pp, .yang menggunakan komposisi media MS lengkap dengan vitamin lengkap dan zat pengatur tumbuh dan NAA 0,01ppm.
Dari masing-masimg eksplan yang di tanam pada masing-masing media perlakuan dengan 3x ulangan, masing-masing eksplan hidup berkisar antara 80-100%, yaitu eksplan pada media kontrol hidup 2 eksplan, pada media perlakuan 1 ml/l hidup 3 eksplan, pada media perlakuan 3 ml/l hidup 3 eksplan dan pada media 5ml/l hidup 2 eksplan.(hasil pengamata pada minggu ke empat), dengan warna eksplan hijau segar. Percobaan dan pengamatan jenis eksplan Surian ,respon tumbuh yang terjadi inisiasi kultur dapat dilihat dari pembentukan tunas warna eksplan. Menurut Winarsih et al (1998) dalam Setiawati (2007) yang menyatakan bahwa selain penambangan zat pengatur tumbuh, jumlah tunas ditentukan pula oleh jenis eksplan yang digunakan dan kultivar.

Gambar 16 : Pencoklatan (browning) pada
percobaan dan pengamatan jenis eksplan Surian (Toona sinensis Merr.)
Eksplan Surian ada yang mengalami pencokelatan/browning pada bagian eksplan dan medianya. Pencokelatan pada eksplan ada yang terjadi pada saat awal penanaman bisa disebabkan akibat sterilisasi eksplan, dimana eksplan kontak dengan bahan kimia (klorok dan alkohol 70%) dalam waktu yang cukup lama. Menurut Santoso dan Nursandi (2001) pencokelatan pada eksplan ada juga yang terjadi beberapa hari setelah eksplan ditanam. Hal ini disebabkan dalam eksplan adanya senyawa fenolik yang biasanya terdapat pada tanaman berkayu yaitu sebagai hasil proses enzimatis dari enzim polifenol oksidasi. Pencoklatan ini dapat menyebabkan kemunduran fisiologis sel-sel jaringan pada eksplan, karena transfer zat hara serta zat pengatur tumbuh dalam medium ke sel menjadi terganggu sehingga lama kelamaan eksplan mati.
Yusnita (2004) menambahkan dalam inisiasi kultur masalah yang sering dihadapi yaitu terjadinya pencoklatan (browning) atau penghitaman bagian eksplan. Waktu jaringan tanaman terkena stres mekanik, seperti pelukaan pada proses isolasi eksplan dari tanaman induk atau proses sterilisasi eksplan, metabolisme senyawa berfenol pada eksplan sering terangsang.
Menurut George dan Sherrington (1984) dalam Yusnita (2004) menyarankan beberapa tindakan yang dapat dilakukan yaitu mengurangi atau menyerap senyawa berfenol yang dihasilkan dengan perlakuan arang aktif atau PVP (Polyvinypyrrolidone), memodifikasi potensial redoks dengan merendam atau menambahkan antioksidan atau agen pereduksi ke dalam media. Zat yang bisa digunakan diantaranya asam sitrat dan asam askorbat, menghambat aktivitas enzim fenolase dengan agen pengkelat seperti EDTA (ethylene diamine tetraacetic acid), DIECA (sodium eiethyl dithiocarbamate), 8-HQ (8-hydroxyquinoline) dan phenylthiourea, mengurangi aktivitas fenolase dan ketersediaan substratnya dengan cara perlakuan pH rendah dan inkubasi dalam ruang gelap, dan menggunakan media tanpa Cu2+ dan Fe3+ pada tahap awal pengulturan eksplan, karena kedua ion ini berperan aktif dalam oksidasi fenol.
Masalah pencoklatan ini sangat dianjurkan untuk diatasi dengan mengombinasikan cara-cara di atas. Hu dan Wang (1984) dalam Rezkita (2007) menambahkan pencoklatan eksplan kultur in-vitro yang disebabkan oleh oksidasi senyawa fenol selain dapat diatasi dengan zat anti oksidan pada medium juga dapat diatasi dengan perendaman eksplan dalam zat antioksidan sebelum penanaman, pengurangan intensitas cahaya dan dengan cara meningkatkan frekuensi subkultur dalam media baru. Eksplan yang mengalami browning masih dapat di selamatkan, apabila pada waktu eksplan terlihat ciri-ciri akan browning di tandai demgan pencoklatan pernukaan media, maka eksplan secepatnya di pindahkan pada media yang lain dengan konsentrasi media yang sama dengan sebelumnya.


V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan
Perbanyakan tanaman Surian (Toona surian Merr.) secara in-vitro menggunakan Media MS dengan penambahan hormon Naphthelene Acetit Acid (NAA) 0,01 ppm dan hormon perbanyakan Benzyl Amino Purine (BAP) pada berbagai perlakuan : Media Ms tanpa BAP (medai kontrol), 1 ppm, 3 ppm dan 5 ppm. Penyiapan eksplan Surian terdiri dari penyiapan eksplan dari lapangan yaitu 2-3 hari sebelum di jadikan eksplan telah di semprot dengan menggunakan fungisida. Bagian tanaman Surian yang di jadikan eksplan adalah tunas pucuk dan meristem aaksiler. Sterilisasi eksplan Surian terdiri dari dua bagian yaitu sterilisasi di luar laminar dan sterilisasi di dalam laminar. Inisiasi dan multiplikasi dilaksanakan di dalam meja kerja steril laminar air flow cabinet, disamping itu alat-alat dan bahan juga dalam keadaan steril, sedangkan pengakaran eksplan hasil multifikasi dapat di lakukan secara in-vitro atau ex-vitro yaitu dengan micro grafting. Proses aklimatisasi dengan perendaman planlet dalam fungisida 1% dan penutupan planlet dengan plastik transparan sangat berpengaruh terhadap kemampuan beradaptasi
Percobaan dan pengamatan sterilisasi eksplan Surian tidak terlalu tinggi karena hanya berkisar 23% untuk semua perlakuan pemberian hormon BAP, akan tetapi ketidak berhasilan induksi Surian ini di dominasi oleh gosongnya eksplan yaitu berkisar anatara 40 %, dan keberhasilan eksplan steril sekitar 37 %. Kemungkinan besar gosongnya eksplan ini di sebabkan oleh waktu sterilisasi dengan bahan kimia Hgcl2 dan alkohol 70% melewati batas yang telah di tetapkan. Sedangkan hasil akhir pengamatan menunjukan bahwa eksplan yang paling baik dari 5 klon eksplan yang di inisiasi adalah eksplan klon A yaitu eksplan bengkulu 1 dengan persentase hidup sekitar 70 %, dn media yang paling baik adalah media dengan perlakuan hormon BAP 5 ppm.
5.2. Saran
Perbanyakan tanaman Surian (Toona sinensis Merr.) secara in-vitro masih perlu dilakukan percobaan ulang baik pada percobaan dan pengamatan sterilisasi eksplan, jenis media maupun jenis eksplan dengan menggunakan bahan kimia sterilisasi, media dan jenis eksplan yang lain.






















DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 1990. Dasar-dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Bandung: Angkasa.
BBPBPTH, 2008. Laporan Kegiatan Bulan Janari 2008. Jogjakarta: Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.
Gunawan, L.W. 1992. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Hendaryono, D.P.S dan A. Wijayani. 2006. Teknik Kultur Jaringan. Jogyakarta: Kanisius.
Herawan, T. 2006. Kursus/Alih Teknologi Aklimatisasi Cendana (Santalum album Liin). Jogjakarta: Pusat Penelitian dan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Tidak dipublikasikan.
Jayusman,dkk, 2006. Mengenal dan Membudidayakan Surian. Jenis dengan SpektrumPemanfaatan Luas. Jogjakarta.Departemen Kehutanan Badan penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman
PPPBPTH, 2003. Rencana Strategis 2003 – 2009. Jogjakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.
PPPPTK Pertanian. 2008. Panduan PKL Mahasiswa Program Pendidikan Diploma IV VEDCA Agribisnis Pertanian Manajemen Agrondustri. Cianjur: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pertanian.
Santoso, U dan Nursandi F. 2004. Kultur Jaringan Tanaman. Malang: UMM Press.
Setiawati, E. 2007. Teknik Perbanyakan Klon Lili Terseleksi Secara in-vitro. Buletin Teknik Pertanian. 12 (1): hal. 4-6.
Sugito, H. 2007. Bahan Kuliah Kultur Jaringan Tanaman. Cianjur: PPPPTK Pertanian. Tidak dipublikasikan
Suryowinoto Moeso, 1996. Pemuliaan Tanaman Secara in-vitro. Yogyakarta:Kanisus.
Yusnita. 2004. Kultur Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Jakarta: Agromedia Pustaka.




Posted in

0 komentar:

Wismajara The Gank

Wismajara  The Gank
Cewe-CeWe Gila

Temen_Temen Senasib

Temen_Temen Senasib
lagi Mu Senam...masih Juga berAction

Labels

berita (1)

Followers

About Me

Foto saya
Jember, Jawa Timur, Indonesia
sampai saaD ini zaya masiH bingung kaLo di tanya Qm punya cita-cita apa???

ShoutMix chat widget

Labels